Safri Tantang Keseriusan Menhan Sjafrie dan Satgas PKH Tindak Dugaan Aktifitas IMIP Lampaui IPPKH 

  • Whatsapp

Menurut Legislator PKB ini, kegagalan dalam mengendalikan dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan sering kali menjadi pemicu utama kerentanan bencana.

“Jangan sampai alasan investasi membuat rakyat harus menanggung derita akibat bencana yang bisa saja dicegah. Keselamatan rakyat harus jadi prioritas utama pemerintah,” ucapnya.

Sekretaris Komisi III ini juga menyampaikan kritik tajam terhadap pemerintah terkait kebijakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). 

Safri menyebut ada kelonggaran yang dinilai terlalu leluasa dalam penerbitan izin, bahkan kecenderungan membiarkan beberapa perusahaan beraktivitas di kawasan hutan tanpa IPPKH.

Pemberian izin yang longgar dan pengawasan yang lemah kata Safri, memiliki dampak fatal terutama pada peningkatan risiko bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor.

“Ironisnya, selain kemudahan dalam perizinan, perusahaan seolah dibiarkan beroperasi tanpa IPPKH. Ini adalah bentuk kelalaian serius yang tidak bisa ditoleransi,” tegasnya.

Safri lantas menyoroti dugaan perluasan kegiatan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di luar IPPKH. Sebelumnya pada Juni 2025, Kementerian Lingkungan Hidup merilis temuan adanya bukaan lahan seluas lebih kurang 179 hektare yang berbatasan langsung dengan areal IMIP.

Selain itu, adanya pembangunan pabrik dan kegiatan lainnya seluas lebih dari 1.800 hektare yang tidak terlingkup dalam dokumen AMDAL perusahaan. 

Safri menyatakan hal ini perlu menjadi perhatian serius Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). ‘’Ini yang harus menjadi perhatian Menhan Sjafrie, berani tidak beliau menindak tegas IMIP. Jangan hanya masalah bandara saja yang diangkat ke publik. Yang lain tidak ditindak,’’ imbuhnya. 

Mantan aktivis PMII ini menegaskan praktik memperluas kawasan industri tanpa IPPKH berpotensi merusak lingkungan dan meningkatkan risiko bencana. ‘’Pemerintah jangan terlalu leluasa mengizinkan perusahaan beraktivitas tanpa kepastian hukum dan kajian lingkungan yang memadai,” tegasnya. ***

Berita terkait