Inspiratif
SAAT kita menghembuskan nafas yang terakhir, masalah itu baru selesai. Itulah sukses yang sebenarnya. Sukses bukan memiliki harta yang banyak, tetapi sedekah yang banyak, karena sedekah itulah harta kekayaan yang mendahului untuk membukakan pintu Surga saat kita mati nanti.
KAILIPOST.COM,- PESAN Penuh makna itu disampaikan Karman Karim, saat mengisahkan kesuksesannya membangun mal dengan modal meterai Rp6 ribu, di kediamannya jalan Padanjakaya Kelurahan Pengawu, Jum’at (4/5/2018).
“Sukses itu berarti berhasil mengatasi masalah. Saat keluar dari suatu masalah, pasti muncul masalah baru dan mungkin lebih berat. Begitu seterusnya,” katanya sambil mengutip surah Al-Insyrah ayat 5.
Karman Karim, pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 19 Oktober 1958, yang setelah Palu Grand Mal diakuisisi PT Nirwana Wisnu Pratama (NWP) kini menjabat sebagai komisaris. Sederhana, supel dan rendah hati merupakan kesan kebanyakan orang saat berinteraksi dengannya.
Tutur katanya lugas, mengalir nyaris tak tersendat sama sekali saat mengartikulasikan pokok pikiran terkait pengalaman hidupnya sebagai pengusaha yang dinilai oleh banyak orang sebagai sangat sukses. “Memang benar, semua mal yang saya bangun hanya bermodal meterai Rp6.000,” katanya mulai berkisah.
Suatu saat, ia dipanggil Wali Kota Palu (Rusdy Mastura-red) untuk membantu menyelamatkan Mall Tatura Palu milik pemerintah kota yang nyaris bangkrut karena terlilit utang Rp57 miliar. “Saya juga heran, kenapa wali kota meminta saya, bukan orang lain, padahal saya ini tak punya uang. Lalu saya datang ke mall itu dan naik di lantai paling atas. Di situ saya melihat ke langit. Pikiran saya muncul, langit saja yang tidak punya tiang penyanggah, toh tidak runtuh. Masak mal tatura yang punya ratusan penyanggah akan runtuh,” tuturnya.
Diajaklah teman-temannya yang punya uang, juga menghubungi bank. Luar biasanya, kata Karman, ia cuma perlu meterai Rp6.000, usaha penyelamatan Mal Tatura pun berjalan.
Dalam tempo yang dinilai banyak orang sangat cepat, utang mal itu lunas dan sekarang anda bisa lihat seperti saat ini. Mal yang tadinya berutang Rp57 miliar, kini punya asset sekitar Rp150 miliar. Sukses menangani mal Tatura, ia lalu ditawari Matahari Grup untuk membangun mal yang lebih besar. Pemilik tokoh swalayan modern Hypermart pun menghubunginya pula.
Saya beritahu pak wali, bagaimana kalau dikasih saya saja, daripada ke orang lain. Pak wali bilang ambil uang darimana? Saya jawab santai, sudalah pak, Tuhan punya banyak uang. Kalau kita minta sama Tuhan, berapa besar pun Tuhan pasti kasih. Ya sudah, pak wali kasih izin. Begitu pak wali kasih izin, saya mulai cari teman. Kebetulan ada partner saya yang sejak awal sama-sama. Saya kasih tau dia, kita bangun mal dan saya yang akan mengelola. Saya yakinkan, ini bisa jadi dan saya yang tangani. Tapi terlepas dari semua itu, saya yakin ini bukan karena kemampuan, tapi kemauan Tuhan. Ini barang memang takdir, cuman memang ada upaya.
“Saya cuma bilang sama mereka, kalau anda mau memberi saya uang muka sebelum peletakkan batu pertama, saya akan bangun mal. Ternyata mereka setuju. Lalu saya cari meterai Rp6.000 lagi, jadilah perjanjian dan mal mulai dibangun,” ucap Karman, yang pernah menekuni profesi advokat selama 25 tahun itu.
Lalu semua bank menawarkan diri untuk bekerja sama membiayai proyek itu. Saya sampai bingung mau pilih yang mana, namun akhirnya, karena Mandiri yang selama ini banyak bekerja sama, maka saya pilihlah Bank Mandiri.
“Modal kerja sama dengan mandiri juga hanya meterai Rp6.000,” tegasnya sambil mempersilahkan secangkir kopi di Jum’at pagi itu. Maka, sejak 2013 beroperasilah PGM di Pantai Teluk Palu yang menghidupi sekitar 4.500 jiwa anggota keluarga yang menjadi karyawan di seluruh mal tersebut.
Lalu terbuka peluang usaha di Poso. Waktu itu, tutur Karman, Bupati Poso mengajaknya untuk membangun mal di kota itu. Kembali ia menghubungi Hypermart untuk bekerja sama. “Anda tahu apa reaksi pertama Hypermart? Anda gila pak Karman. Poso itu daerah kacau, mana mungkin bangun mal,” ujarnya. Ia mengaku hanya menjawab singkat: “yang kacau itu di media, bukan di Poso,”
Karman Karim lalu meminta bos Hypermart untuk pergi ke Poso walau hanya beberapa jam meninjau dan pulang. Eh, ternyata saat tiba di Poso, bos itu meminta untuk menginap semalam. Setelah berkeliling melihat kondisi Kota Poso, ia kemudian memutuskan untuk keberja sama bangun mal Poso. “Kembali saya cari meterai Rp6.000, teken perjanjian dan berdirilah Poso City Mal, sejak tiga tahun lalu,” katanya.
Bahkan Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla saat berkunjung ke Poso pun sempat ragu dengan keputusannya membangun mal di Kota Poso.
Poso City Mal itu sendiri sampai saat ini masih memegang gelar sebagai mal pertama di ibu kota kabupaten di seluruh Sulawesi, dan Hypermart yang dihadirkan di situ adalah Hypermart generasi ketujuh, yang saat dibuka pada 2015, merupakan hypermart paling modern di seluruh Sulawesi.
“Semua ini saya bangun dengan konsep gila. Gila itu merupakan singkatan dari ‘gali ilmunya lakukan aktivitasnya.” Semuanya bermodal kepercayaan, yang diraihnya selama menjadi advokat selama 25 tahun dan memiliki koneksi dengan banyak orang kaya di Indonesia. “Saya punya target, dalam 5 tahun ini Insya Allah perusahaan yang saya pimpin sudah punya asset di atas Rp 1 triliun. Tapi jangan disalahpahami bahwa 1 triliun itu uang besar. Bagi saya itu uang kecil kalau digunakan untuk membangun beberapa mal. Saya tidak butuh uang lagi. Sebab apa yang saya makan dan minum sudah cukup. Paling minum kopi satu gelas sehari, makan. Karena takut kolesterol, makan malam saya sudah batasi. Kan kalau sudah begitu, uang itu sudah tidak terpikirkan. Yang penting sekarang, kenapa saya sudah spesifikasi di mal, dan saya sudah menemukan resepnya membangun mal tanpa uang. Suatu waktu nanti saya akan ceritakan dalam buku, bahwa membangun mal itu tak perlu uang,” jelasnya.
Namun dibalik itu semua, rahasia paling besar dari sukses yang diraihnya adalah menyenangkan hati Tuhan lewat melayani orang lain dengan memberikan sedekah, karena kalau Tuhan senang dengan kita, apapun yang kita pohonkan akan dikabulkanNya. “Saya ini tidak punya uang karena semua yang Tuhan kasi saya habiskan untuk membantu orang lain. Dengan bersedekah saya percaya bahwa saya memiliki cadangan kekayaan yang besar dari Tuhan sebab sedekah itu sama timbangannya dengan berat dua kali bumi dan seluruh kekayaannya,” ujarnya.
Ia juga menuturkan bahwa setiap kali akan memulai sebuah proyek, ia pergi ke Tanah Suci, sujud di depan Ka’abah, dan berdoa meminta kepada Tuhan dengan berkata: ‘bila Engkau tidak menghendaki saya mengerjakan proyek itu, gagalkan rencana saya untuk memulainya.’ “Alhamdulillah, semua yang saya minta kepadaNya dikabulkan,” tuturnya.
Kini, bermodal meterai Rp6.000 itu, ia juga sudah memulai sebuah proyek pembangunan sebuah mal di pulau Kalimantan, yang saat ini sudah tahap pencoran tiang. “Padahal saya belum pernah ke sana melihat langsung, saya pantau pembangunannya lewat komunikasi WA saja,” akunya.
Karman Karim mengaku bahwa semua usaha dan kegiatannya dia memasrahkan diri pada Tuhan. “Saya selalu menggantungkan diri pada Tuhan. Saya sakit, saya susah, semua saya gantungkan pada Tuhan harapan-harapan itu. Saya ditipu orang, saya ketawa-ketawa saja. Karena kalau saya ditipu 100 juta, saya yakin Tuhan akan menggantikan bisa sampai 700 kali lipat, karena itu janji Tuhan.” Katanya.
Kalau ada orang bilang bahwa 99 persen itu adalah usaha, dan satu persennya adalah ketentuan Tuhan, kalau itu saya balik. 99 persen itu doa, hanya satu persen usaha.
Ada satu hal yang saya mau pesan untuk anak-anak muda yang mau jadi pengusaha. Jangan pernah pikirkan uang. Karena begitu kau pikirkan uang, uang itu sama dengan merpati. Jinak-jinak merpati. Kalau didekati dia lari, didekati lagi, dia lari. Tapi begitu kau tidak perhatikan, dia datang sendiri.
Karman mengakhiri kisahnya dengan menyebutkan, kalau anda mau sukses bangunlah pada saat sepertiga malam dan bertahajud karena saat itulah Tuhan turun menabur Rahmat kepada ummatNya. “Setiap hari Tuhan itu membawa berkatNya untuk 250 juta orang Indonesia, tetapi yang bangun saat itu hanya tiga juta orang, sehingga hanya mereka itulah yang menikmati rahmat-rahmat itu,” ucapnya menutup bincang-bincang karena saat itu masjid yang dekat rumahnya sudah mau mengumandangkan adzan salat Jum’at.**
Reportase: Ikhsan Madjido