Pengacara Rakyat Tolak Tanggul Sepanjang Teluk Palu dari Hutang

  • Whatsapp
banner 728x90

Hartati Hartono, SH

 Reportase/editor: ramdan
otoluwa/andono wibisono


FORUM PENGACARA
RAKYAT
Kota Palu menolak
pembangunan tanggul sepanjang Teluk Palu yang diperkirakan sepanjang 7,2 KM
(dari Mamboro Palu Selatan hingga Taman Ria, Palu Barat – lingkar) dengan
ketinggian tujuh meter. Terlebih, kebijakan membangun tanggul sepanjang 7,2 KM
itu dibiayai dari hutang. ‘’Itu Proyek mubazir,’’ tandas Ketua Forum Pengacara
Rakyat (FPR) Palu Sulawesi Tengah, Hartati Hartono, SH kepada kailipost.com
semalam (18/07/2019).

Menurutnya,
Proyek mercusuar semacam itu mencerminkan satu pendekatan penangulangan bencana
yang tidak berbasis pada kearifan lokal dan kebutuhan secara sosiologis
masyarakat serta tidak memiliki manfaat secara langsung terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat pasca bencana,” tandas Hartati.

Menurutnya,
kebijakan tersebut melukai warga Kota Palu dan sekitarnya dan mencoba mengubur
ingatan mereka tentang ganasnya tsunami sebagai pelajaran kebencanaan. Hartati
menilai, proyek infrastruktur itu, sama sekali tidak relevan dengan kebutuhan
dasar warga korban. 

“Tanggul penahan pantai itu hanya mengubur ingatan kita
semua tentang tsunami, dan kita akan dibuat bermimpi seolah-olah tembok raksasa
dapat mencegah tekanan tsunami,” ujar Hartati.
 Ilustrasi tanggul laut
Hasil
investigasi FPR terang Hartati Hartono lagi, ditemukan sumber loan atau hutang
terdiri atas pengaman pantai Teluk Palu terdiri, sumber ADB New Loan
338,000,000,000 sementara Pengembangan Tanggul Tsunami 7.3 km terdiri
 Loan JICA, 428,000,000,000.

“Dana
sebesar itu yang diperoleh dari hutang luar negeri terkesan mubazir, hanya untuk
membangun proyek mercusuar tanggul tsunami. Apa relevansinya dengan
kesejahteraan masyarakat,” kata Hartati. Hartati justru mempertanyakan tujuan
dari proyek itu jika dilihat dari sudut pandang pengalaman selama proses
tsunami.

“Sudah
banyak hasil studi yang menyebutkan bahwa teluk Palu mengalami kerusakan
tsunami lebih karena terjadinya penurunan permukaan tanah. Studi akademisi
Untad menyebutkan, bahwa penurunan permukaan tanah sepanjang teluk Palu sekitar
4,4 hektar, termasuk dalam kasus Jembatan empat,” katanya.

Lagi
pula kata Hartati, konsep tanggul pengaman tsunami semacam itu hanya akan
membatasi akses nelayan terhadap Teluk Palu. Tidak ada jaminan bahwa tanggul
itu akan tetap kokoh berdiri di atas tanah labil bila terjadi gempa dengan
kekuatan lebih dari 6 magnitudo.

“Siapa
yang akan bertanggung jawab bila ternyata proyek itu gagal. Bila terjadi gempa
dengan kekuatan lebih dari 6 magnitudo dalam 1-5 tahun ke depan dan ternyata
proyek itu mengalami kegagalan, maka rakyat akan tetap menanggung hutang,”
demikian tegas Hartati.   

Sementara
itu, Agussalim SH, selaku Sekretaris FPR menimpali bahwa negara mengambil
hutang yang cukup besar tidak relevan dengan pembangunan kembali kehidupan
masyarakat. Kata Agus, dari semua daftar proyek, sebagian besar hanya ditujukan
untuk proyek mercusuar yang tidak relevan. Sementara proses pemenuhan hak hak
dasar korban kata dia, tidak di lakukan dengan segera. 

“Kondisi masyarakat
korban dipengungsian masih sangat terkatung-katung, jauh dari kata layak untuk
bangkit,” tutup Agus. 
Ilustrasi tanggul laut
PROTES
SERUPA

Akademisi
menyarankan perlunya kajian ulang terhadap rencana membangun tanggul tsunami
sepanjang 7,2 kilometer dengan ketinggian enam meter di kawasan Teluk Palu bersama Japan
International Coorporation Agency (JICA) demikian dikutip dari bisnis.com.

Peneliti
dan akademisi Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Amar Akbar Ali mengatakan
bentuk tanggul tsunami yang direncanakan tidak jauh berbeda dengan tanggul
tsunami yang dibangun oleh Pemerintah Jepang seperti di antaranya di Kota
Sendai, Onagawa dan Matsusima pasca tsunami 2011 yang meluluhlantahkan wilayah
tersebut.

“Di
lokasi tsunami Teluk Palu memiliki
karakteristik yang jauh berbeda dengan tsunami di Jepang yang tidak ada patahan di bawahnya, sehingga layak
dibangunkan tanggul tsunami di sana. Sementara di Teluk Palu di bawahnya itu
ada patahan,” kata Amar Akbar dalam diskusi Libun Todea yang dilaksanakan
Pemerintah Kota Palu di salah satu warkop di Palu (26/5/2019).

Jika
pemerintah memutuskan membangun tanggul tsunami yang sama di sepanjang kawasan
Teluk Palu, katanya, maka upaya tersebut percuma dan biaya pembangunan tanggul
tsunami dalam bentuk utang yang ditaksir senilai Rp668 miliar itu akan
sia-sia.**
                                                                                     
           

Berita terkait