Editor : Fathia
Sumber : ntvnews
Jakarta- Rencana kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mengirim anak-anak dengan perilaku bermasalah ke barak militer menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kementerian Pendidikan.
Wacana ini dinilai melanggar prinsip perlindungan anak dan menyimpang dari fungsi institusi militer.
Dedi menyebut program ini sebagai upaya pembinaan bagi anak-anak di Kota Depok yang kerap membolos, membangkang kepada orang tua, atau berkendara ugal-ugalan. Mereka direncanakan tinggal di barak militer selama enam bulan hingga satu tahun, menjalani kehidupan disiplin ala militer tanpa mengganggu status akademis mereka.
Rutinitas harian akan mencakup bangun pukul 04.00 WIB, olahraga pagi, belajar, hingga kegiatan keagamaan seperti mengaji dan puasa.
Namun, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menegaskan bahwa pembinaan berbasis barak militer berisiko besar terhadap hak anak.
‘’Jika dilakukan sebagai bentuk hukuman, maka ini keliru secara hukum. Tidak ada dasar pidana atau legalitas untuk menghukum anak di luar sistem peradilan. Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civil education,” ujarnya di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Jumat (2/5/2025) dikutip ntvnews.
Penolakan juga datang dari Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat. Ia menilai pendekatan militer bukan solusi dalam menangani kenakalan siswa. “Kita sudah punya mekanisme melalui guru bimbingan konseling. Masalah perilaku siswa seharusnya ditangani secara edukatif, bukan represif,” jelasnya.
Atip menambahkan bahwa kebijakan semacam ini bisa menciptakan preseden buruk dalam dunia pendidikan dan menimbulkan kekhawatiran akan militerisasi lembaga sekolah. “Kita tidak ingin dunia pendidikan berubah jadi kamp pelatihan militer,” tutupnya.
Wacana ini kini menjadi sorotan publik, memunculkan perdebatan soal pendekatan terbaik dalam menangani kenakalan remaja antara disiplin keras atau pembinaan empatik. *