PERNYATAAN Jenderal TNI Gatot Nurmantyo tentang adanya impor senjata api ilegal sebanyak lima ribu pucuk telah menjadi isu terhangat Indonesia saat ini. Di level nasional, isu ini bukan hanya hangat tetapi sudah mulai memanas. Padahal, Pilpres 2019 masih relatif jauh tetapi isunya sensitif sudah dimulai dari sekarang.
Sebagaimana diketahui, di acara ‘Silaturahim Panglima TNI dengan Purnawirawan TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017) , Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan bahwa ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo ke Indonesia. Namun, Panglima TNI tidak memberikan info secara rinci mengenai institusi yang dimaksud dan jenis senjata yang akan didatangkan.
Desas-desus yang berkembang di ranah publik, institusi yang dimaksud mengarah kepada Badan Intelijen Negara (BIN) yang kini dipimpin Jenderal Pol Budi Gunawan. Rumornya, Kepala BIN menginstruksikan pembelian 5.000 senjata api kepada Kapolri Tito Karnavian dengan alasan untuk memperkuat pemberantasan terorisme. Dan pada Juli lalu, Kapolri memang sempat membeberkan bahwa institusinya memang akan membeli senjata api, bahkan jumlahnya sampai 10 ribu untuk mempersenjatai anggota kepolisian tanah air.
Rencana pembelian senjata yang menggunakan dana APBN ini masih belum tampak terlaksana. Dan sejauh ini, belum ada pemberitaan media massa maupun pemberitahuan secara resmi dari institusi kepolisian terkait sudah dibeli atau tidaknya ribuan senjata itu.
Namun belakangan, terutama menjelang peringatan pengkhianatan G3S/PKI, rencana pembelian senjata api ini kembali mencuat dan membuat panas. Desas-desus yang berkembang, senjata itu bukan berupa pistol seperti yang direncanakan KaBIN dan Kapolri melainakn senjata api laras panjang. Informasi ini juga masih belum ada kejelasannya, melainkan hanya desas-desus yang berkembang secara liar di ranah publik negeri, sehingga menimbulkan sejumlah pertanyaan bersifat was-was.
Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, TB Hasanuddin, misalnya. “Kalau pengadaan senjata untuk TNI atau Polri itu legal dan jelas tercatat dalam anggaran Negara ( APBN ). Nah, ini 5.000 pucuk senjata api ilegal, siapa yang memesan? Untuk siapa? Dan untuk apa?” ujar Hasanuddin di Jakarta, Minggu (24/9/2017).
Jika benar adanya rencana pembelian senjata tersebut, bisa dibayangkan saja 5.000 pucuk senjata api itu setara dengan kekuatan 4 -5 batalyon tempur. Di lain pihak, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mendesak dilakukannya pengusutan soal impor senjata ilegal tersebut dengan kepala dingin agar terlepas dari intrik-intrik politik.
“Di satu sisi tidak boleh ada yang paranoid bahwa isu tersebut digoreng untuk memperburuk citra pemerintah, tapi di sisi lain harus diwaspadai juga adanya pihak-pihak yang mengadu domba antar instansi resmi negara. Sebelum ada keterangan yang jelas dari Panglima TNI soal institusi mana yang pernah berencana mengimpor senjata, baiknya kita semua tidak berasumsi. Masalah ini adalah masalah hukum, jadi kita hanya boleh memberikan penilaian berdasarkan bukti-bukti dan fakta hukum,” katanya di Jakarta, Minggu (24/9/2017).
Terkait dengan munculnya rumor bahwa BIN ada di balik ucapan Jenderal TNI, Sufi Dasco menyangsikannya. “Menurut saya spekulasi tersebut sangat tidak berdasar. Kita tahu berdasarkan tugas dan wewenang di bidang intelejen tidak ada kepentingan BIN untuk mengimpor senjata dengan jumlah begitu besar,” sebutnya.
Dijelaskannya lagi, dengan fungsi intelijen BIN mengumpulkan informasi berdasarkan fakta untuk mendeteksi dan melakukan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
“Jika mengacu pada tugas dan wewenang tersebut, sepertinya sudah jelas bahwa yang dimaksud Panglima TNI bukan BIN,” ungkapnya.
Sekali lagi, isu terkait pembelian senjata api ini muncul di tengah panasnya isu kebangkitan PKI. Kemunculan isu penyelundupan 5.000 senjata ilegal bisa saja membuat masyarakat berpikir ada pihak yang ingin mengulang pemberontakan G30S/PKI.
TAK AKURAT?
Ternyata, informasi yang disampaikan Gatot Nurmantyo tidak akurat sama sekali. Jauh dari A1. Menko Polhukam Wiranto membantah pernyataan Gatot dalam jumpa pers khusus yang digelar Minggu sore di kantornya (24/9).
Kata Wiranto, bukan 5.000, tetapi 500 senjata yang hendak dibeli Badan Intelijen Negara (BIN). Itupun yang dipesan bukan senjata dari luar, melainkan senjata dari PT Pindad. Menurut Wiranto ada semacam miskomunikasi antara pihak TNI dan BIN. Wiranto juga mengatakan sudah mengkonfirmasi langsung hal ini kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Kapolri Tito Karnavian.
Wiranto juga mengatakan, situasi akan stabil, dan berharap tidak ada spekulasi mengenai kejadian ini. Tetapi tentu saja, harapan agar tidak ada spekulasi mengenai apa yang kira-kira terjadi selanjutnya tidak bisa dipenuhi. Publik, khususnya kalangan pemerhati politik, memiliki sekian banyak pertanyaan mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kekeliruan Panglima TNI Gatot Nurmantyo tidak bisa dianggap sebagai hal yang biasa. Apalagi, intonasi yang digunakannya dapat dikategorikan cukup keras. Dengan sedikit bernada ancaman.
Kalau lah yang disampaikannya itu dianggap sebagai kekeliruan, lantas apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah dia akan diberi sanksi? Kalau diberi sanksi, sanksi seperti apa? Sejauh ini yang terbayangkan sebagai sanksi untuk seorang Panglima TNI adalah pencopotan.
Gatot pernah mengatakan, bahwa paling lama, masa jabatannya akan berakhir pada Maret 2018. Apakah Gatot berharap dirinya dicopot di tengah jalan? Apakah Presiden Joko Widodo mau menghentikan karier Gatot sebelum waktunya? Kalau tidak diberi sanksi, apakah Gatot akan diberi teguran dan diminta agar lebih berhati-hati berbicara di depan publik?
Penggagalan rencana penyelundupan 5 ribu senjata api (senpi) ke Indonesia oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapat apresiasi dari warganet. Musisi kenamaan Ahmad Dhani meminta kepada penyelundup yang mencatut nama Presiden Jokowi itu untuk segera mengaku. “Hayo siapa impor 5000 senjata bawa nama Jokowi? Hayo ngaku,” kicau Dhani dalam akun Twitter @AHMADDHANIPRAST, Jumat (22/9).
“Ayo ungkap siapa yang pesan. Kepemilikan senjata api oleh personal dilarang di Indonesia. Ini pasti ada kaitannya PKI,” timpal pemilik akun @abs_fyc. Sementara itu, pemerhati politik nasional Teuku Gandawan meminta semua pihak agar mewanti-wanti rencana ulang penyelundupan senpi tersebut.
Dia menyebut pelakunya tak ubah seperti pelacur demokrasi.
“Panglima TNI gagalkan upaya pembelian 5000 pucuk senpidari non TNI/Polri. Mari waspada dengan para pelacur demokrasi. #WaspadaPKI,” twittnya di akun @Gandawan.
Pada pertemuan Silaturahim Panglima TNI dengan Purnawirawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat kemarin (22/9), seperti potongan pemberitaan audio yang beredar, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan adanya suatu institusi tidak resmi yang berencana mendatangkan 5 ribu pucuk senpi ilegal ke Tanah Air.
Jenderal Gatot mengungkapkan nama Presiden dicatut agar dapat mengimpor senjata ilegal tersebut. “Memakai nama Presiden, seolah-olah itu dari Presiden yang berbuat, padahal saya yakin itu bukan Presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan disini,” tegasnya.**
sumber/editor: rmol.co/nusantara.co/andono wibisono