LAPORAN TW II 2018, KEMISKINAN SULTENG SEDIKIT MENGALAMI PENURUNAN

  • Whatsapp
.

Reporter: Idham


Data perkembangan
perekonomian Sulawesi Tengah Triwulan ke-II 2018 per Agustus yang dirilis Bank
Indonesia menyatakan perkembangan indikator kesejahteraan di Sulawesi Tengah
secara Umum membaik. Tingkat kemiskinan mengalami sedikit penurunan sebesar
0,13% dibanding dengan periode yang sama ditahun sebelumnya, dari 14,14% per
Maret 2017 menjadi 14,01% per Maret 2018 atau 420,21 ribu orang.

Faktor utama penyebab
menurunnya angka kemiskinan sebab relatif terkendalinya Inflasi serta
membaiknya nilai tukar Petani. Hal ini menyebabkan Gini Ratio Sulawesi Tengah pada Maret 2018 tercatat di level 0,346
atau menurun jika dibanding dengan Maret 2017 sebesar 0,355. Dengan kata lain,
tingkat ketimpangan pendapatan Sulawesi Tengah menjadi semakin rendah.

Hal ini juga
dikonfirmasi oleh meningkatnya indikator nilai tukar petani  (NTP) Sulawesi Tengah yang semakin mendekati
100 yakni 98,49 atau lebih baik dari posisi Maret 2018 sebesar 97.

Meskipun demikian NTP
Sulawesi Tengah masih berada dibawah rata-rata NTP provinsi lintas Sulawesi
yakni 101,55. Untuk itu perlu upaya Iebih dalam meningkatkan pemberdayaan
petani, baik melalui program ekstensifikasi maupun intensifikasi, perbaikan
infrastruktur penunjang serta meningkatkan daya tawar petani melalui perbaikan
kelembagaan.

Perbandingan data September 2017
Sementara jika
dibandingkan dengan data Susenas BPS Sulawesi Tengah, pada September 2017 data
kemiskinan sebesar 423,27 ribu orang (14,22 persen). Persentase penduduk miskin
di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 10,39 persen turun menjadi
10,15 persen pada Maret 2018. Sementara persentase penduduk miskin di daerah
perdesaan pada September 2017 sebesar 15,59 persen turun menjadi 15,51 persen
pada Maret 2018.

Selama periode
September 2017 hingga Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
naik sebanyak 3,47 ribu orang (dari 81,56 ribu orang pada September 2017
menjadi 85,03 ribu orang pada Maret 2018), sementara di daerah perdesaan turun
sebanyak 6,54 ribu orang (dari 341,72 ribu orang pada September 2017 menjadi
335,18 ribu orang pada Maret 2018).

Jika diperbandingkan
secara umum tingkat kemiskinan mengalami sedikit penurunan sebesar 0,21% atau
berkurang sebesar 3,06 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017
dari 14,22% atau 423,27 ribu orang menjadi 14,01% per Maret 2018 atau 420,21
ribu orang.

Peranan komoditi
makanan terhadap Garis Kemiskinan 
jauh  lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2018
tercatat sebesar 75,69 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi
September 2017 yaitu sebesar 76,16 persen.

Jenis komoditi makanan
yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di
perdesaan, adalah beras, rokok kretek filter, tongkol/tuna/cakalang, kue basah,
gula pasir, telur ayam ras, cabe rawit, mie instan, dan bawang merah.
Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya
perumahan, listrik, bensin, pendidikan dan perlengkapan mandi.

Untuk mengukur data kemiskinan
tersebut, BPS melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menggunakan
konsep kemiskinan absolut melalui pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs approach) sebagai dasar
pengukuran. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan
dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Konsep yang sudah dipakai BPS sejak 1998 agar
hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple). ***

Berita terkait