PALU – Pernahkah Anda meminta informasi ke badan publik di Sulteng, tapi hanya beberapa atau tidak ada menjawab dan memberikan informasi tersebut?.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 pernahkah anda diberi informasi data pasien?
Kalau anda pernah mengalaminya, tidak perlu mengerutkan kening, karena berdasarkan nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2021, Sulteng masuk dalam kategori buruk dalam keterbukaan informasi publik.
Dari 34 provinsi, Sulteng berada urutan paling bawah setelah Provinsi Papua.
Komisi Informasi (KI) Pusat bersama Tim Pokja KI Provinsi dan Tim Ahli berhasil menuntaskan analisis rekapitulasi nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) dari 34 Provinsi seluruh Indonesia dalam kegiatan Forum Dewan Penyelia Nasional (NAC Forum/National Assesment Council ).
NAC Forum sebagai sarana untuk analisis hasil penilaian IKIP 2021 oleh para Informan Ahli Pusat dan Informan Ahli Daerah juga Pokja (Kelompok Kerja) KI Pusat dan KI Provinsi, hasil analisis data IKIP penetapan nilai IKIP secara Nasional Tahun 2021 sebesar 71,37 yang diumumkan o1eh KI Pusat kepada publik.
“Persiapan dan pelaksanaan IKIP 2021 yang berlangsung selama satu tahun itu telah berhasil menetapkan IKIP secara nasional untuk pertama kalinya sejak 10 tahun pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik di tanah air. Dengan adanya hasil IKIP Nasional 202I maka dapat diketahui secara jelas mengenai tingkat keberhasilan pelaksanaan Undang-Undang 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” jelas Ketua KI Pusat Gede Narayana dalam jumpa pers, Jumat, 17/9/2021 di ICE BSD Tangerang Selatan Banten.
Disampaikan bahwa nilai IKIP Nasional 2021 sebesar 71,37 menunjukkan hasil pelaksanaan keterbukaan Informasi Publik di tanah air berada pada kondisi sedang. Menurutnya, nilai IKIP Nasional merupakan hasil analisis dari penilaian 312 Informan Ahli (IA) 34 Provinsi yang memberikan indeks 72,60 dan hasil penilaian 17 IA Nasional yang memberikan indeks 68,54, penilaian IKIP Nasional 2021 merupakan gambaran pelaksanaan keterbukaan Informasi Publik selama tahun 2020 dari bulan Januari hingga Desember.
Gede Narayana melanjutkan bahwa, dengan adanya nilai IKIP 2021 dapat memudahkan bagi stakeholder dalam mengevaluasi pelaksanaan UU KIP yang telah dijalankan oleh Badan Publik maupun masyarakat pengguna Informasi Publik.
”Selain itu, nilai IKIP 2021 ini dapat menjadi catatan dan rekam jejak dalam proses pengawalan keterbukaan informasi publik di Indonesia serta akan menjadi penguatan terhadap tantangan atau hambatan dalam pelaksanaan UU KIP itu sendiri,” katanya menegaskan.
Ia juga menambahkan bahwa sejak 10 tahun berdiri, Komisi Informasi belum memiliki indeks yang dapat memotret secara keseluruhan tentang pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia. Namun menurutnya, untuk monitoring dan evaluasi (monev) kepatuhan Badan Publik terhadap UU KIP telah dilaksanakan sejak tahun 2011 dan hasil monev tersebut dijadikan data awal untuk melengkapi penyusunan Indeks Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia.
Sementara itu, Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi KI Pusat Romanus Ndau Lendong selaku penanggungjawab pelaksanaan IKIP 2020 menyatakan pelaksanaan IKIP telah mengukur tiga aspek penting secara bersamaan. Pertama, menurutnya, dapat mengukur kepatuhan Badan Publik terhadap UU KIP (obligation to tell), kedua mengukur persepsi masyarakat terhadap UU KIP maupun haknya atas informasi (right to know), dan kepatuhan Badan Publik terhadap putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi (access to information).
Karena dijelaskannya, bahwa akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.
“Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosial serta menjadi bagian penting bagi ketahanan sosialnya,” tegasnya.
Bahkan menurutnya, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
“Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya, serta segala sesuatu yang berhubungan pada kepentingan publik,” katanya meyakinkan.
Ditambahkannya, bahwa pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi. Dengan demikian, pemerintah harus transparan, akuntabel, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
Skor keterbukaan informasi publik di Sulteng berada pada nilai 55,72. Dengan kriteria rentang 0-30 dinilai buruk sekali, 30-59 buruk, 60-79 sedang, 80-89 baik dan 90-100 baik sekali.
Hanya Bali dan Kalimantan yang dinilai baik dalam memberi informasi publik, sementara Sulteng dan Papua dicap sebagai provinsi yang buruk dalam keterbukaan informasi publik.
Jurnalis kailipost: Ikhsan Madjido