Kegiatan ini bahkan melibatkan remaja laki-laki, demi memutus rantai tabu dan perundungan.
Salah satu kegiatan edukatif digelar di GKI Zoar Abeale, Sentani, Papua, yang dihadiri puluhan peserta remaja. Salah satu peserta, Nesti Kristin Octaviani Sokoy, mahasiswi Universitas Cenderawasih, mengaku hadir karena ingin membantu remaja perempuan memahami menstruasi tanpa rasa takut.
Pengalamannya sendiri saat pertama kali menstruasi di usia SD masih membekas. Karena kurangnya edukasi, ia sempat mengira dirinya menderita penyakit serius.
Barulah setelah ibunya menjelaskan, ia paham bahwa menstruasi adalah proses alami perempuan.
Inisiatif seperti yang dilakukan Demianus dan para remaja Papua menunjukkan pentingnya pendidikan menstruasi yang terbuka dan inklusif.
Bukan hanya soal kesehatan, tapi juga sebagai langkah konkret melawan ketimpangan gender dan memastikan hak pendidikan yang setara bagi semua anak perempuan di Indonesia.