Advokasi Kewenangan Perdes

  • Whatsapp
banner 728x90

MENDISKUSI Kewenangan desa masih menjadi isu menarik terlebih  ditingkat regulasi  masih menyisakan beberapa catatan dan perbedaan cara pandang, serta beberapa permasalahan di tingkat daerah, seperti masih minimnya daerah melakukan penataan kewenangan desa melalui peraturan kepala daerah (Bupati).

“Advokasi sebagai strategi adalah bagaimana transformasi sosial dapat terjadi di dalam masyarakat. Sehingga dapat menjadikan masyarakat mandiri dalam arti mempunyai kemampuan untuk menggali kapasitas dan sumber daya lokal, untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan kerentanan dalam masyarakatnya,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Advokasi Kewenangan Peraturan Desa, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes RI, Lilis Yuliana, (11/7/2018).

Pada kunjungan ke Desa Sidera Kabupaten Sigi dalam rangka penyusunan buku advokasi kewenangan desa, Lilis Yuliana menyebut peraturan desa (perdes) tentang pembagian lahan di Desa Sidera menjadi hal yang menarik bagi Kementerian Desa (Kemendes).

“Sehingga kami meninjau desa ini tentang bagaimana penyusunan perdes tersebut,” katanya. Kabupaten Sigi merupakan salah satu dari 5 kabupaten di Indonesia yang dijadikan pilot project penyusunan buku advokasi kewenangan desa.

Lilis menambahkan, dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat desa memang bisa kita dorong dari sebuah aturan dan mereka bisa kita libatkan sebagai subjek, sebagai pembuat aturan dan juga pelaksananya. Salah satu pemberdayaan masyarakat itu adalah melalui Perdes, walau pada kenyataannya Perdes ini tidak terlalu populer disbanding peraturan lainnya.

“Karena itu, untuk membuat peraturan yang efektif harus ada penguatan organisasi masyarakat. Dengan tujuan, peraturan yang demokratis akan menciptakan pemerintahan yang baik. Begitu juga sebaliknya, pemerintahan yang baik akan menciptakan peraturan demokratis,” katanya.

Dihadapan Kades, perangkat desa dan pendamping P3MD Kecamatan Biromaru, lebih jauh dijelaskan bahwa pembentukan peraturan desa (Perdes) yang aspiratif dan partisipatif hendaknya mencerminkan komitmen bersama antara Kepala Desa (Kades), Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat desa.

Komitmen bersama ini diharapkan jadi proses demokratisasi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. “Apalagi masyarakat desa sudah diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengatur dirinya sendiri, yaitu melalui Perdes yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kuncinya.

Sementara itu, Kepala Desa Sidera Almaswir mengakui pembuatan perdes pembagian lahan dan Perdes lainnya sudah melalui kajian tentang potensi desa dan hambatannya, sehingga masyarakat bisa menyimpulkan Perdes ini penting atau tidak. “Artinya, jangan sampai Perdes ini jadi beban bagi masyarakat. Sebab tanpa dukungan masyarakat, Perdespun tidak akan berjalan dengan baik,” katanya.

Pendamping Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kecamatan Biromaru, Sri Wahyuni, pasca kunjungan itu bertekad akan selalu mendampingi masyarakat dan kepala desa dalam membuat peraturan desa tentang aset potensi lokal yang ada di desa.

Paling tidak Perdes bisa mengangkat potensi desa dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Misalnya dalam mengelola potensi desa untuk mampu membiayai pembangunan desa. “Hendaknya, dalam menjalankan aturan Perdes, pengelolaan potensi desa bisa tercapai, tapi masyarakat juga  tidak terbebani,” katanya.**

Reporter: Ikhsan Madjido

Berita terkait