. |
konsumsi. Dikhawatirkan, kebijakan ini menjadi blunder yang membuat investor
dan mitra dagang kabur. Industri jadi panas dingin. Wakil Ketua Umum Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta
Widjaja Kamdani mengimbau pemerintah mengurungkan niatnya membatasi impor.
mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ini.
Karena saat ini industri manufaktur kita mulai tumbuh,” ujarnya kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dia selalu mengingatkan agar pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan
kontraproduktif dengan targetnya sendiri. Pembatasan impor bukan satu-satunya
cara menekan defisit transaksi berjalan. Kebijakan ini justru dinilai
menghambat ekspor bernilai tambah tinggi.
Bukan cuma itu, rencana kebijakan ini tidak sesuai waktunya. Sebab dalam
beberapa bulan terakhir, Indonesia tengah gencar membuka pasar melalui
perundingan Free Trade Agreement (FTA) dan menarik investor untuk menanamkan
modalnya di dalam negeri.
“Takutnya bila kita menerapkan kebijakan ini akan memberikan sinyal
negatif kepada investor maupun mitra perundingan kita. Satu sisi kita menarik
investasi, tapi di sisi lain pemerintah mau mengontrol impor,” tuturnya.
Diingatkan Shinta, bukan hanya Indonesia yang bisa membatasi impor. Negara
tujuan pasar atau mitra dagang Indonesia juga mampu menerapkan hal yang sama.
Sehingga pemerintah harus mewaspadai kebijakan retaliasi yang mungkin
dihadapkan ke Tanah Air.
“Kalau pemerintah tetap memaksa melaksanakan kebijakan ini, kami meminta
mereka harus benar-benar hati-hati dalam menentukan komoditas yang akan
dihentikan. Karena implikasinya akan sangat luas,” tukasnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman
menolak rencana pembatasan impor barang konsumsi. Pembatasan impor bahan baku
dan barang modal kebijakan yang keliru. Dia pun kecewa belum diajak bicara
terkait rencana tersebut.
“Perlu diingat. Industri makanan dan minuman (mamin) juga memerlukan
bahan baku impor. Kalau pemerintah mau batasi, kami juga akan membatasi
produksi,” ujarnya. Selagi belum diputuskan, pemerintah perlu mengkaji
secara matang rencana tersebut. Pembatasan impor bisa berdampak pada iklim
investasi.
Daripada mengeluarkan kebijakan yang bikin gaduh dunia usaha, pemerintah perlu
memastikan regulasi yang ada berjalan lancar. Bahkan kalau perlu, pemerintah
melakukan deregulasi alias pemangkasan kebijakan untuk memuluskan investasi di
dalam negeri.
Menurutnya, pembatasan impor kerap terkendala sejumlah faktor. Salah satunya
nomor Harmonized System Code (HS) produk tersebut. Sering kali ditemukan satu
jenis barang memiliki nomor HS yang sama. Padahal salah satu produk merupakan
bahan baku, dan lainnya produk jadi.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana
membatasi impor barang konsumsi yang masuk ke Indonesia. Upaya ini dilakukan
untuk menekan defisit transaksi berjalan yang melebar karena tingginya impor,
sementara ekspor masih terbatas.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menegaskan,
pemerintah bakal menggunakan berbagai cara untuk menahan laju impor barang
konsumsi. Apalagi beberapa impor barang konsumsi merupakan barang yang bisa
diproduksi di dalam negeri.
“Barang konsumsi tadi diidentifikasi lebih dari 500 jenis komoditas yang
bisa diproduksi dalam negeri. Ini kami lakukan sebagai langkah-langkah kendalikan
impor,” kata Suahasil.
Pertama, dengan mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) Impor. Pengenaan ini harus
berdasarkan jenis barang yang dan kebijakan impor barang tersebut seperti
apa.
Kedua, Kemenkeu akan meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
mengidentifikasi setiap barang yang masuk ke Indonesia. Nantinya pemerintah
bisa mengenakan tarif bea masuk untuk mengerem barang impor yang sebenarnya
tidak dibutuhkan.
Rencananya pembatasan impor barang konsumsi ini akan diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) sebagai payung hukumnya. Sejauh ini, Suahasil
menjelaskan, ketentuan yang akan diatur dalam PMK masih dikaji dan akan segera
diumumkan dalam waktu dekat.**