SEJUMLAH Anak pengungsi Desa Jonoge yang ada di lokasi pengungsian di Desa Pombewe, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah tampak tetap gembira mengisi hari-hari selama pascagempa bumi 7,4 SR terjadi pada 28 September 2018 itu dengan bermain berbagai jenis permainan usai pulang sekolah.
Informasi yang diperoleh, Selasa, anak-anak korban gempa yang berada di lokasi pengungsian di Desa Jonoge setiap hari mengisi waktu mereka bersamain bersama. Mereka nampak begitu menikmatinya, padahal selama lebih satu bulan harus tinggal di lokasi pengungsian karena desa dan sekolah telah hancur diterjang gempabumi dasyat tersebut.
Permainan yang mereka lakukan setiap harinya usai pulang sekolah antara lain olahraga bulutangkis dan sepak bola serta sejumlah permainan lainnya. Saat mereka larut dalam permainan, tidak terlihat lagi rasa trauma, padahal akibat bencana alam gempabumi? sesungguhnya telah membuat mereka sengsara karena tidak bisa lagi tinggal di rumah sendiri karena sudah hancur diterjang gempa.
Begitu pula sekolah tempat mereka belajar rusak diterpa bencana alam gempa bumi. Meski mereka bersama orang tua harus mengungsi dan belum mengetahui kapan bisa kembali lagi ke desa mereka, tetapi raut wajah anak-anak itu tampak ceria. Seperti tidak terjadi apa-apa. Mereka masih bisa tersenyum karena di lokasi pengungsian ada sekolah menggunakan tenda untuk belajar dan juga lapangan untuk bermain.
Geby, seorang anak SD Jonoge mengatakan senang karena masih bisa ketemu dengan teman-teman se desanya di lokasi pengungsian. Hal senada juga disampaikan David. Ia mengatakan selama di pengungsian, mereka bisa belajar dan bermain seperti biasanya ketika masih di desa mereka. Akibat bencana alam gempabumi sebanyakl 104 sekolah terdiri PAUD, SD, SMP dan SMA di Kabupaten Sigi rusak berat dan harus dibangun baru kembali.
MASIH SERBA KEKURANGAN
Pengungsi Jonoge yang eksodus ke Desa Pombewe ketika gempabumi dasyat menghajar desa di Kabupaten Sigi itu, kini masih membutuhkan bantuan makanan dan air bersih. “Kami masih kekurangan bahan makanan serta air untuk mencuci dan minum,” kata Eni, seorang kader Desa Jonoge di lokasi posko bencana alam? yang terletak di Desa Pombewe, Kecamatan Sigibiromaru, Selasa.
Ia mengatakan, di wilayah tersebut terdapat tiga posko bencana alam dan semua pengungsi asal Desa Jonoge, salah satu desa terparah diterjang gempabumi pada 28 September 2018. Baik pengungsi yang tinggal di posko I,II dan III, rata-rata masih memerlukan uluran tangan dari semua pihak yang merasa peduli dengan korban bencana alam.
“Terus terang kami belum mengetahui sampai kapan bisa bertahan di lokasi pengungsian. Rata-rata warga yang mengungsi telah kehilangan rumah dan harta benda karena gempabumi,” katanya.
Mereka kini hanya berharap besar dari perhatian pemerintah, terutama bisa mendapatkan bantuan rumah tinggal yang tetap. Sebab untuk membangun sendiri rumah, warga tidak ada kemampuan lagi, karena harta benda,semuanya lenyap diterjang bencana alam. Desa Jonoge, kata dia, dihuni sekitar 3.000-an jiwa dan rata-rata petani dan peternak. Sementara areal pertanian dan perternakan telah diporak-porandakan gempabumi.
“Jadi benar-benar warga akan bangkit dari awal lagi.Sedangkan berharap pada mata pencaharian utama adalah petani dan peternak, sudah tidak mungkin,” katanya. Areal pertanian dan peternakan yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat, kini sudah hancur diluluh lantakan gempabumi dan lumpur.**
Sumber: antaranews sulteng