Pasca Bencana Ada 16 Kasus Perkawinan Anak

  • Whatsapp
banner 728x90

Sumber/editor: Humpro
sulteng/andono wibisono
FENOMENA Perkawinan usia anak yang marak terjadi usai bencana
Padagimo, Sulteng 10 bulan silam jadi sumber keresahan para pemerhati masalah
anak dan perempuan. Ditemukan 16 kasus oleh rekan-rekan organisasi Libu
Perempuan menjadi salah satu ihwal workshop diskusi lintas agama pencegahan
perkawinan usia anak pascabencana (6/8/2019), di Pogombo.
Kegiatan
yang difasilitasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
bekerjasama dengan Wahana Visi Indonesia dan Humanitarian Forum Indonesia (HFI)
secara resmi dibuka Staf Ahli Gubernur Bidang SDM, Pengembangan Kawasan dan
Wilayah Drs. Ikhwan. Mewakili gubernur, ia memandang perkawinan di bawah umur
telah merampas hak-hak anak dan untuk menyelamatkan masa depan generasi
penerus, maka pelibatan pemuka agama perlu dalam menuntun umat bahkan
dinilainya ampuh mencegah praktek perkawinan tsb.
“Agama
sebagai tuntunan hidup diyakini dapat memberi solusi bagi para
pemeluknya, “bebernya agar umat dapat mengambil muatan-muatan pembelajaran
dari agama. Terlepas dari itu, peran ibu dalam rumah dan keluarga mesti lebih
mencuat sebab Ibu adalah peletak dasar pendidikan sekaligus pondasi pemahaman
anak. “Di saat para bapak sibuk mencari nafkah di luar (rumah) maka Ibulah
yang banyak membina anak,” pungkasnya.
Data
Bappenas 2018 yang dikemukakan Pimpinan WVI Regional Sulawesi dan Maluku,
Radika Pinto mengindikasikan prevalensi perkawinan anak di Sulteng mencapai
15,8 %, lebih tinggi daripada rata-rata nasional sebesar 11,2 %. Ia pun
berharap diskusi jadi gerbang kolaborasi awal tokoh lintas agama dalam
meminimalisir perkawinan anak.
Serupa,
perwakilan HFI Surya Rahmat berharap diskusi melahirkan win-win solution mengatasi permasalahan. Di antara pemateri yaitu akademisi IAIN merangkap Ketua
MUI Kota Palu Prof. Dr. Zainal Abidin Ishak, M.Ag yang membedah masalah
perkawinan anak dari perspektif agama dan budaya.**

Berita terkait