PALU,- TPA Poi Panda Kawatuna di jalan Mantikulore merupakan bantar gerbang terakhir sampah di Kota Palu. Namun, lokasi yang menjadi tumpukan dan pembakaran sampah tersebut justru di huni oleh puluhan kepala keluarga.
Tempat yang sejatinya begitu jauh dari kata bersih, layak dan sehat itu terpaksa di pilih oleh beberapa orang untuk dijadikan tempat tinggal karena terpaksa dan tak memiliki alternatif tempat tinggal lain.
Seperti halnya Hasim (33) yang sudah sejak duduk di bangku sekolah dasar tinggal di lokasi dekat TPA Kawatuna. Hingga kini, Hasim enggan pindah dari tempat tersebut karena memang sehari-hari ia bekerja sebagai pemulung.
“Kalau disuruh pindah saya tidak mau kayaknya, apa saya sudah nyaman di sini, terus saya juga kan kerjanya sebagai pemulung di sini jadi kalau pindah nanti jauh kalau saya mau kerja,” ungkapnya saat ditemui kailipost.com, Selasa (23/03/2021).
Meskipun merasa nyaman berada di tempat tersebut, tetapi Hasim tak bisa menampik bahwa ada ketidaknyamanan seperti bau yang tak sedap di lokasi tersebut terutama pada saat musim hujan.
Di lokasi TPA Kawatuna ini, terdapat 30 lebih kepala keluarga yang tinggal di sana dan memang semuanya berprofesi sebagai pemulung.
“Dalam sehari biasa saya dapat Rp100 ribu itu sampah kerdus karena 1 kilonya itu sudah seribu lebih harganya. Dan biasa para pengepul yang datang kemari untuk menimbang barang-barang hasil dari kita memulung,” akunya.
Hasim mengatakan bahwa Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu pernah datang ke lokasi tersebut untuk memberikan bantuan masker handsainitezer dan obat-obat serta vitamin lainnya.
“Saya berharap sama pemerintah untuk lebih memperhatikan kami orang-orang pingiran, saya tidak mau pindah karena saya sudah nyaman dan sangat bersyukur tetap bisa dapat penghasilan di sini, karena memang dari kecil saya di sini jadi saya sudah nyaman,” tuturnya. ***
Reporter: Windy Kartika