Surat Untuk Gus Yaqut

  • Whatsapp

SURAT Edaran Menteri Agama RI ambyar kemana – mana. Isinya, singkatnya suara azan, tadarusan dan solat taraweh dilarang ‘keras – keras’ – atau dilarang pakai pengeras suara luar masjid.

Surat sampeyan Gus, ambyar kemana – mana. Bahkan ketika sampeyan depan kamera jurnalis menjelaskan analog soal tetangga sekeliling kita memelihara anjing dan mengonggong bersamaan. Tambah ambyar. Analog azan dan gongongan suara azan disebut bukan apple to apple Gus !!

Gus, nuwun ngapunten. Saya teringat sejak kanak – kanak sebulan penuh ramadhan dilarang cepat tidur. Harus taraweh 23 rakaat, tadarus dan baca Qur’an setiap habis solat di langgar (musholah) kampung kecil tapi padat rumah dempet – dempetan, hingga menjelang sahur. Begitu selama bulan ramadhan. Tapi kampung saya dan kampung – kampung lainnya tidak ada saling protes ! Berisiklah. Menganggu tetangga yang tidak puasalah. Intoleranlah dan seterusnya. Ndak ada Kok Gus !! Bahkan justru moderasi beragama di Surabaya saat Ramadhan sangat terlihat dan nampak sekali. Saling mengerti. Wes Waya’e posoan. Ya begitu. Itu sosial kultural dan entitas Islam di Nusantara.

Jangan bicara azan Gus, tadarus habis taraweh semalam sampai sahur bersahut – sahutan di setiap masjid, musholah dan langgar 30 hari selama ramadhan. Nga ada yang protes itu kok, Gus ! Padahal kampung saya bukan cuma orang NU saja. Ada warga Ambon yang Kristen, Batak, Papua (dulu kita menyebutnya Irian Jaya) dan lain lain. Mereka pada paham kok Gus, karena yo waya’e ramadhan pasti umat Islam sebulan penuh ya begitu ibadahnya.

Gus sepurane seng akeh, kalau sekarang ada surat edaran Menag yang tanda tangan sampean, aku kok jadi bertanya – tanya, gimana sudah kampung halaman di Surabaya sana. Apa berubah karena SE Menag? Atau gimana? Trus dikaitkan nanti suara azan bersahut – sahutan kok dimiripkan kalau anjing menggongong bersamaan. Yo opo sampean kok memilih analog begitu Gus? Arek Suroboyo bilang ‘’mayaak arek iki’’

Gus, monggo sampean pertimbangkan maleh. Ramadhan itu kan bukan soal ibadah antara hamba dan RabbNya saja. Tapi jauh dari itu ada wasilah – wasilah urgent soal – soal syiar dan guyub sebagai tanda iman kita kepada gusti Allah. Sampean lebih pinter lah Gus soal – soal begini. Nyuwun Sewu lho Gus.

Gus seng kulo hormati, coba sampean tenggok ke bawah. Enggeh ke bawah – masyarakat kecil yang terdampak amblas pandemi Covid. Suaminya dipecat dari pekerjaan, kalau ngojek juga sudah sepi, jualan malam juga dibatasi, kebutuhan anak sekolah naik karena mesti ada android dan pulsa bisa ikuti belajar daring dan seterusnya dan seterusnya.

Saya minggu lalu pulang Suroboyo. Lihat kampung. Sepi, susah kabeh, banyak yang terdampak PHK, beberapa mini market tutup, narek becak antar gang – gang kecil sepi. Semua pada cangkruk-an dari siang sampai malam. Mudah – mudahan dengan ramadhan tomboh ati mereka dengan tadarus, moco Qur’an hingga sahur.

Intinya semoga ramadhan ini dapat membuka pintu – pintu hati kaum marginal inilah cara Allah yang mesti disyukuri. Maka biarlah azan bersahut – sahutan. Tadarus Quran semalaman di masjid – masjid menunggu sahur. Gus suara azan bersahut sahutan jauh berbeda dengan lolongan anjing semahal harga mobil mewah apapun. Kalau nga percaya coba sampean sandingkan suara azan dan suara anjing.

Gus, semoga sampean terus dalam doa – doa orang – orang janda yang ditinggal wafat suaminya di kala pandemi, doa – doa anak yatim piatu, orang – orang miskin dan terlantar. Aminn…

‘’Mutiara yang keluar dari Mulut Anjing, tetap disebut Mutiara. Dan Anjing yang Mengeluarkan Mutiara Tetap Disebut Anjing’’. ***

Oleh : andono wibisono (praktisi media)

Berita terkait