Jakarta,- Progam makan siang gratis yang dijanjikan dalam kampanye Pilpres pasangan Prabowo-Gibran tiba saatnya untuk diuji realisasi dan kehandalannya ketika pasangan tersebut menggenggam kekuasaan di tangannya.
Tepat pada Senin 6 Januari 2025 adalah hari pertama program tersebut dimulai secara serentak berskala nasional setelah sebelumnya diadakan uji coba di beberapa daerah.
Tahap realisasi tak semudah janji. Begitulah lazimnya ketika sebuah rencana program yang biasa dijanjikan ketika masa kampanye dan tiba saatnya diwujudkan. Terdapat distingsi antara saat pengucapan janji dengan realisasi.
Pada saat kampanye apa yang dijanjikan seorang kandidat adalah bagian dari strategi persuasi sehingga bisa dengan liar membangun imajinasi untuk mempesona khalayak, namun ketika saatnya realisasi tiba maka muncul berbagai fakta tak terhindarkan yang akan menjadi persoalan. Pada momentum inilah pengucap janji akan diuji sejauhmana kemampuan dan komitmen seorang pemimpin dan kehandalan program yang dicanangkan.
Konon program makan siang gratis ini sudah menemui berbagai persoalan, seperti keterbatasan anggaran, tatakelola, hingga efektivitas capaian program. Di antara berbagai persoalan tersebut yang paling mengemuka adalah keterbatasan anggaran negara sehingga diperkirakan realisasi program makan siang gratis akan mereduksi program lain, seperti dikurangi, dirubah, bahkan hingga dianulir. Dengan realitas tersebut muncul pertanyaan apakah program ini akan tetap dipaksakan selama pemerintahan Prabowo-Gibran? Bagaimana dampak terhadap postur anggaran negara? Sejauhmana ketercapaian tujuan program makan siang gratis bagi anak sekolah? Apakah mungkin ditinjau ulang atau setidaknya direvisi strategi realisasinya?
Dalam dinamika politik peninjauan ulang sebuah program yang sudah dicanangkan merupakan hal lumrah dan wajar, hanya saja yang perlu digarisbawahi sejauhmana kekuatan argumen untuk peninjauan ulang tersebut. Lain dari itu yang perlu dirumuskan adalah bagaimana strategi komunikasi publik supaya peninjauan itu tidak berekses negatif terhadap reputasi pemegang kekuasaan.
Sebagai contoh, jika program ini nanti sudah direalisasikan selama 1 tahun pada periode setelahnya seyogyanya dievaluasi tentang tatakelola dan efektifitas ketercapaian tujuan. Jika ditemukan berbagai persoalan maka tidak harus dipaksakan selama 1 periode pemerintahan (5 tahun) secara terus menerus atau jika tetap diselenggarakan maka bisa direvisi berdasarkan kajian kebijakan publik.
Setidaknya terdapat berbagai hal untuk dipertimbangkan ulang program makan siang gratis untuk masa mendatang, di antaranya adalah sebagai berikut.