SULTENG,- Gugatan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomer urut satu, Ahmad Ali dan Abd Karim Aljufri Pilgub Sulawesi Tengah ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI masih berproses. Isu menarik dan mendapat pandangan hukum ahli yaitu pasal 71 ayat (2) UU Nomer 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Apa itu? Yaitu terkait penggunaan istilah ‘petahana’ dan kewenangannya. Hal itu apabila dilanggar dapat menjadi dalil pelanggaran pasal dimaksud untuk mendiskualifikasi.
Ada beberapa ahli menerangkan argumetasi hukumnya. Sebut pakar hukum dan politik Titi Anggraini, dalam paparannya berjudul “Mengurai Konsep Petahana dalam Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016”, Jumat (10/01).
Titi menerangkan Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016 mengatur bahwa “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri”.
Mantan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut memberi penjabaran luas, sebagai implikasi atau konsekuensi hukum atas pelanggaran Pasal tersebut, Pasal 71 ayat (5) UU 10/2016 mengatur “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”.