GP Ansor, Politisi di Sulteng Desak ‘Keadilan’ DBH ke Pemerintahan Prabowo

  • Whatsapp

Editor : Faqih/jogja

SULTENG – Daerah penghasil semestinya mendapat porsi lebih dari pada daerah penerima manfaat di Indonesia. Dengan demikian kesannya bahwa ‘pemerintah Jakarta’ belum menerapkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Termasuk, pasca eksploitasi pertambangan daerah penghasil pasti mengalami percepatan kerusakan lingkungan dan menyulut potensi bencana. ‘’Itu mestinya menjadi alasan subtansial mengapa kita desak pemerintah pusat tidak seenaknya membagi dana bagi hasil untuk daerah penghasil dan daerah penerima manfaat,’’ kata Sarif Latanando, Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor dari Jakarta, di acara May Day 1 Mei 2025.

Dirinya mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani segera merestrukturisasi pembagian DBH ke Provinsi Sulawesi Tengah. Konsepnya jelas, kata Sarif, ‘’Yang saya tegaskan tadi. Jakarta selama sangat keterlaluan. Izin Jakarta. Menetapkan lokasi tambang dengan stempel proyek strategis. Lokasi tambang di daerah. Dana pasca tambang disimpan di Jakarta. Kalau ada bencana alam dan longsor banjir di lingkar tambang yang susah daerah. Ini penting dipahami bersama,’’ tandasnya.

Kedua; sangat tidak adil bila daerah penghasil Rp570 triliun dari sumber daya alam seperti Sulteng, tiap tahun hanya diberi Jakarta Rp200 miliar. ‘’Itu salah secara prinsip dalam negara kesatuan pun. Mana bisa menyatukan kalau prinsip prinsip keadilan diabaikan? Berapa persen itu dari 570 triliun hanya dapat permen 200 miliar rupiah saja,’’ dongkolnya.

Terpisah, anggota DPRD Sulteng Muhammad Safri via aplikasi whatsAppnya Rabu (30/4-2025). Kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Morowali Utara (Moru) itu, soal pembagian dana transfer pusat ke daerah atau Dana Bagi Hasil (DBH) sangat tidak adil.

“Sungguh sangat menyedihkan DBH yang kita terima hanya Rp200 miliar dari Rp570 triliun hasil pajak industri smelter yang ada di Sulteng,”tegas anggota DPRD Sulteng Daerah Pemilihan Morut dan Morowali itu.

Kata Dia, hal ini tidak sebanding dengan kerusakan ekologis dan konflik sosial yang terjadi. ‘’DBH tersebut bahkan tidak cukup untuk menutupi biaya pemulihan kerusakan lingkungan dan dampak sosialnya,”ungkapnya.

Sekretaris Komisi III ini berharap ke depan ada perubahan regulasi terkait dengan tugas dan wewenang gubernur yang lebih luas serta pemerintah daerah diberi ruang untuk terlibat dalam pengelolaan dan pengawasan khususnya di sektor pertambangan.

Apresiasi yang sama juga dikatakan politisi PDIP Sulteng Idrus Haddado, SH.
‘’Kita perlu mendukung dan mengapresiasi perjuangan Gubernur Anwar Hafid untuk meningkatkan pendapan asli daerah (PAD) dari Sektor pertambangan,”ujar Idrus disalah satu warkop di Palu Rabu siang (30/4-2025).

Untuk di ketahui PNBP logam atau penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari sektor pertambangan logam dan MBLB (Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan) adalah pajak daerah yang dikenakan atas pengambilan dan pemanfaatan mineral bukan logam dan batuan realisasi sebesar Rp, 2,8 triliun pada 2023.

Sedangkan realisasi tahun 2024, PNBP logam dan MBLB sebesar Rp, 2,5 triliun. Kontribusi PNBP sebesar Rp, 2,8 itu, DBH provinsi sulteng hanya kurang lebih Rp, 200 San miliar saja.

Berita terkait