CATATAN PINGGIR | TAMBANG EMAS ‘RAKYAT’ ATAU?

  • Whatsapp
Catatan Pinggir 
TAMBANG
EMAS ‘RAKYAT’ ATAU?

Hukum telah menjadi bisnis.Kesehatan telah menjadi bisnis. Sayangnya, politik juga telah menjadi bisnis. Itulah yang merendahkan masyarakat. — George Soros

GUBERNUR Longki Djanggola berencana meningkatkan derajat masyarakat di sekitar pegunungan Poboya, Bulu Masomba hingga pegunungan Sigi sampai Kabupaten Poso (yang memiliki kandungan emas) yang selama ini berprofesi penambang emas rakyat. Hanya dengan demikian, derajat ekonomi, sosial dan kemampuan meningkatkan derajat pendidikan masyarakat.

Rencana Bapak Gubernur patut diapresiasi. Komitmen kerakyatannya patut dikawal. Terlebih, rencana itu dengan sistem yang selama ini dikembangkan di dunia perkebunan besar ( plasma dan inti) ada Bapak angkat atau sistem kemitraan antara pengusaha tambang besar dengan penambang rakyat.

Saya mencoba mencari referensi sistem kemitraan tambang rakyat dan pengusaha tambang. Beberapa dunia memang dipublis ada yang melakukan hal itu. Di Indonesia, sistem kemitraan tambang khususnya tambang emas rakyat belum sepenuhnya sukses. Karena masih patut terus diuji, apakah hal itu benar-benar memberikan outcame pada masyarakat kecil.

Konteks tambang emas rakyat di sekitaran perbukitan Palu, Sigi hingga ke pegunungan Poso hingga kini memang diakui perlu ditata dengan konsep yang lebih baik. Baik dalam pengelolaan sistem perlindungan lingkungan dan tata kelola pengembalian hak-hak rakyat atas tanah dan isinya.

Kasus tambang emas di Poboya yang selama ini dilarang, tapi prakteknya masih jalan pasti Gubernur Longki Djanggola lebih paham. Lebih memiliki data siapa saja yang menjalankan tambang emas di Poboya dan sekitarnya. Olehnya, ide dengan memberikan ‘ruang’ pada penambang emas rakyat itu upaya jalan keluar yang dapat dimaknai sebuah kebijaksanaan.

Tapi, ide dan rencana gubernur patut juga dikawal dengan seksama, teliti dan tidak semberono. Pasalnya, urusan tambang emas pasti membutuhkan padat modal. Salah satunya, biaya pengolahan biji emas menjadi emas murni menggunakan bahan kimia, sianida. Kita pahami, bisnis Sianida adalah bisnis menggiurkan bagi pengusaha karena izinnya tidak mudah. Olehnya banyak peredaran Sianida di lokasi-lokasi tambang yang beredar tanpa izin legal.

Jangan sampai, rencana pemberdayaan bagi penambang emas rakyat hanya upaya meligitimasi praktek-praktek penambangan emas besar. Dengan ‘jaket’ pemberdayaan, tapi prakteknya bukan. Kekuatiran itu beralasan karena banyak hal yang patut segera diselesaikan yaitu; status lahan tambang emas rakyat nantinya, sistem tata kelola dari tambang rakyat ke pengusaha bapak angkat (atau inti atau mitra), sistem pengelolaan limbah bahan kimia untuk lingkungan dan model sistem pemberdayaan dan kemitraannya. Tanpa penataan secara dini sistem-sistem di atas, dikuatirkan bahwa ide dan gagasan Gubernur Longki Djanggola ke depan hanya menguntungkan segelintir orang atau pengusaha. Baik pengusaha emas dan pengusaha Sianida saja. Rakyat tetap miskin, rakyat prakteknya tetap menjadi buruh oleh mesin industri emas berlebel ‘kemitraan antara plasma dan inti’

Gagasan dan ide bijak Gubernur sebaiknya perlu diuji dulu secara  terus-menerus dan dikonsep dengan benar. Melibatkan seluruh stakeholders, pemangku kebijakan dan kalangan NGO lingkungan serta penambang emas rakyat sendiri. Bila tidak, dalam perspektif lima tahun ke depan jangan sampai ide dan gagasan ini menyulitkan atau menyusahkan Gubernur Longki sendiri. Tabe ***

 

OLEH: andono wibisono

Berita terkait