Slamet: BPN Jangan Perpanjang HGB dan HGU

  • Whatsapp
banner 728x90

reporter: Firmansyah

MENYIKAPI Polemik yang terjadi antara masyarakat
Kelurahan Tondo dan dua perusahaan pemegang hak guna bangunan (HGB) serta hak
guna usaha (HGU) Sinar Waluyo dan Sinar Putra.Pratama, pengamat kebijakan
publik, Slamet Riyadi Cante mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk
tidak memperpanjang kontrak tersebut.

Kamis, (19/7/2018) menanggapi adanya isu
yang menyatakan bahwa HGB dan HGU kedua perusahaan itu telah memperpanjang
kontraknya di lahan warga, mantan Dekan FISIP Universitas Tadulako tersebut
juga menjelaskan bahwa perpanjangan kontrak perusahaan yang mengolah lahan
warga, seharusnya dua tahun sebelum masa kontraknya berakhir, izin
nya telah dikeluarkan.

Selanjutnya, Slamet juga mengatakan adanya
pihak perusahaan dalam melakukan aktifitas di tanah warga, harus memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitarnya, setidaknya bisa membuka peluang kerja bagi
mereka. Selain itu juga dapat memberikan kontribusi bagi pemasukan asli daerah.
” Intinya bagi perusahaan yang menguasai tanah tersebut, jangan hanya
menguasai semata, namun juga bisa dimanfaatkan seluruhnya. Sayang bila
dikuasai, namun tidak diolah sepenuhnya, ” ungkapnya.

Terkait dengan pernyataan Slamet Riyadi
Cante tentang adanya isu yang menyatakan bahwa penandatanganan kontrak HGB dan
HGU kedua perusahaan tersebut telah diperpanjang, anggota
Komisi C, Nanang juga
menegaskan bahwa hal itu masih simpang-siur kebenaranya. Olehnya di tanggal 26
Juli 2018 mendatang akan
digelar rapat dengar pendapat bersama stakeholder OPD terkait, BPN dan
masyarakat. 

‘’Opini
yang berkembang di
masyarakat
saat ini, bahwa Pemerintah Kota memihak kepada perusahaan tersebut. Hal itu
belum jelas kebenaranya. Dalam hal ini kita bukan mencari siapa yang salah dan benar,
saya juga berharap agar jangan menciptakan opini yang belum jelas kebenaranya
kepada masyarakat, ” paparnya.

Kedua perusahaan tersebut menurut Nanang,
sebagian telah memanfaatkan lahan itu. Namun sebahagian lain
nya belum melakukan
aktifitas. Dari pengakuan warga di Kelurahan Tondo, Nanang menjelaskan bahwa
tanah yang menjadi sengketa itu, merupakan lahan adat, dimana hal itu adalah
tanah turun-temurun dari moyang mereka.

‘’Tidak
ada komunikasi yang dibangun antara masyarakat, pemerintah dan pihak perusahaan
sebelum mengeluarkan izin. Karena adat itu merupakan milik masyarakat secara
turun-temurun, ” tutupnya.
**

Berita terkait