Korban Likuifaksi Balaroa Tolak Huntara

  • Whatsapp
Dinilai Tidak Manusiawi

Reporter: Firmansyah Lawawi

RIBUAN Warga Kelurahan Balaroa yang menjadi korban
likuifaksi turun ke jalan menuntut kepastian hak dan nasib mereka, Senin
(14/1/2019).


Warga yang tergabung dalam Forum Korban Likuifaksi
Balaroa ini mendatangi kantor DPRD dan kantor Walikota Palu. Aksi ini juga
dilanjutkan ke kantor DPRD dan Kantor Gubernur Sulawesi Tengah.

Dalam orasinya, para korban likuifaksi ini
menyesalkan sikap pemerintah yang lamban menangani nasib mereka. Saat ini,
sudah 107 hari pasca bencana, ribuan korban Balaroa masih tinggal di
tenda-tenda darurat.

“Kami menolak pemberian hunian sementara (huntara)
karena sudah 3 bulan pasca bencana kami sama sekali belum mendapat huntara.
Sehingga kami meminta agar disiapkan huntap untuk kami tinggali,” kata Agus
Manggona, sekretaris Forum dalam orasinya di depan kantor Gubernur Sulawesi
Tengah.

Masyarakat Balaroa juga meminta agar dana anggaran
pembuatan Huntara dikompensasikan kepada ahli waris korban likuifaksi.

Wakil warga Balaroa lainnya, Erfandi Suyuti
mengutarakan bahwa Huntara yang telah dibangun untuk warga Balaroa, terkesan
tidak manusiawi.

“Kondisi Huntara bagi korban likuifaksi warga
terkesan  tidak manusiawi. Karena tidak
memiliki sekat-sekat di dalamnya. Bagaimana bagi warga yang telah berumah
tangga. Dalam hal ini penyaluran biologis masyarakat yang mendiami
Huntara,” tegasnya.

Selain itu warga korban likuifaksi Balaroa ini
juga meminta realisasi ganti rugi atas korban jiwa dan kerusakan rumah yang
dijanjikan pemerintah. Ganti rugi itu dianggap bisa meringankan beban korban
karena seluruh harta benda mereka sudah habis.

 “Karena
ganti rugi itu bisa meringankan beban kami sebagai korban yang telah kehilangan
seluruh harta benda dan keluarga,” katanya.

Di kantor gubernur, massa ditemui Kepala BPBD
Provinsi Sulteng. Sementara saat di DPRD Provinsi Sulteng, 25 delegasi massa
yang terdiri dari pengurus forum dan tokoh-tokoh masyarakat Balaroa ditemui
Pansus Penanganan Bencana Pasigala.

Dalam aksi yang dimulai sekira Pukul 09.30 – 13.15
Wita itu, para korban yang kehilangan harta benda dan keluarga itu membacakan
enam point tuntutan kepada pemerintah.

Ke enam tuntutan tersebut diantaranya, pertama;
Warga korban likuifaksi Balaroa menolak direlokasi ke wilayah lain.

Kedua; Warga korban likuifaksi Balaroa menolak
Hunian Sementara (Huntara) dan menuntut percepatan pembangunan Hunian Tetap
(Huntap).

Selanjutnya, massa juga minta agar anggaran Huntap
segera dikompensasikan kepada korban likuifaksi Balaroa.

Massa juga menuntut hak-hak keperdataan warga atas
lahan yang terdampak likuifaksi dan harus jelas ganti ruginya.

Dalam point ke lima tuntutan warga, masaa mendesak
pendistribusian logistik/sembako kepada warga Balaroa harus berbasis data yang
valid dan didistribusikan oleh pemerintah setempat.

Kemudian warga juga menuntut agar pemerintah
segera merealisasikan santunan duka bagi korban warga Balaroa yang meninggal
dunia kepada wahli warisnya. 

Menanggapi tuntutan warga, pemerintah Kota Palu
melalui Kadis PU, Iskandar Arsyad yang menerima perwakilan warga menjelaskan
bahwa santunan bagi korban bencana alam merupakan kewenangan dari Kementerian
Sosial. Hingga saat ini masih terkendala pendataan jumlah korban jiwa.

“Kementerian Sosial menganggarkan sekitar
lima belas juta perorang kepada ahli waris korban bencana alam kota Palu,”
jelasnya.

Olehnya, Iskandar meminta kepada perwakilan massa
untuk bersabar. Sehingga pemerintah kota diberikan waktu untuk melengkapi semua
data yang ada.

Diketahui, Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah
telah menetapkan data korban bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi
berdasarkan SK Gubernur Gubernur No: 360/006/BPBD-G.ST/2019.

Surat keputusan itu ditangani Gubernur H Longki
Djanggola, 8 Januari 2019 dan menjadi dasar pelaporan kepada pemerintah pusat.

Untuk korban jiwa, dilaporkan paling banyak di
Kota Palu yaitu meninggal dunia 2.141 jiwa, hilang 532 jiwa, korban meninggal
tak teridentifikasi 1.016 jiwa sehingga total korban jiwa Kota Palu sebanyak
3689 jiwa.

Kedua, Kabupaten Sigi dengan total korban 405 jiwa
terdiri dari korban meninggal dunia 289 jiwa, hilang 116 jiwa.

Berikutnya adalah Kabupaten Dongga, korban
meninggal dunia sebanyak 212 jiwa, hilang 19 jiwa sehingga korban jowa sebanyak
231 jiwa.

Sedangkan Kabupaten Parigi Moutong dilaporkan 15
meninggal dunia.**

Berita terkait