SALAH Satu anggota DPRD Kota Palu menyayangkan pemutusan kontrak kerja 135 tenaga honor yang dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit Anutapura. Dalam waktu dekat pimpinan rumah sakit itu akan dipanggil untuk menjelaskan permasalahan sebenarnya.
“Saya pribadi sangat menyayangkan keputusan pemutusan bagi 135 tenaga kontrak yang mengabdi pada rumah sakit Anutapura. Mengapa sampai kontrak kerjanya tidak diperpanjang, ” kata anggota DPRD Kota Palu, Rusman Ramli, Selasa (26/2/2019).
Rusman menilai dengan tidak diperpanjangnya kontrak tenaga honorer tersebut akan menimbulkan permasalahan baru.
“Karena disatu sisi, pihak rumah sakit suatu saat akan membutuhkan tenaga mereka. Sisi lainnya, tenaga kontrak yang dirumahkan tentu saja kehilangan pekerjaannya. Hal itu tentu saja menambah panjang daftar pengangguran pasca bencana alam di kota Palu,” sebut dia.
– |
Pemkot dalam hal ini pihak RSU Anutapura harus memaksimalkan fungsi dan tugasnya dengan baik. Jangan sampai pelayanan kesehatan terganggu oleh karena adanya penghentian kontrak 135 tenaga perawat tersebut.
“Setidaknya berikan mereka pegangan, agar dalam masa atau saat di rumahkan tenaga kontrak yang rata-rata telah lama mengabdi tersebut tidak bingung dengan keadaan mereka sendiri. Apakah mereka masih akan dipekerjakan kembali, atau tidak,” pintanya.
“Hal tersebut juga diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Pegawai dengan Perjanjian Kerja (P3K), semoga bisa ditindaklanjuti oleh Pemkot. Sehingga tenaga perawat yang masih produktif dan sangat dibutuhkan bisa dipanggil kembali,” tutup Rusman Ramli.
Sebelumnya diberitakan 153 perawat kontrak Rumah Sakit (RS) Anutapura mempertanyakan nasib mereka setelah manajemen rumah sakit merumahkan mereka pada 1 Januari 2019.
Koordinator Perawat Kontrak, Herdi, mengatakan, pascabencana alam tanggal 28 September lalu, manajemen rumah sakit menyampaikan akan ada pengurangan tenaga perawat, khususnya non PNS.
“Alasan pihak manjemen karena dikhawatirkan tidak mampu membayarkan gajinya,” kata Herdi yang mengaku sudah bekerja selama 10 tahun di RS Anutapura, saat jumpa pers di Sekretariat AJI Palu, Senin (25/02).
Pihaknya menerima alasan itu dengan satu kesepakatan, bahwa siapapun perawat yang diberhentikan atau dirumahkan, harus dibuatkan Surat Keputusan (SK) sebagai pegangan.
“Bahwa tenaga kerja yang diberhentikan sementara itu tidak dinyatakan dikeluarkan,” katanya. Namun, kata dia, penyampaian dari oknum manajemen tidak sama seperti penyampaian awalnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya bermohon kepada pemerintah kiranya dapat dipekerjakan kembali. Sebab ada beberapa poin yang tidak sesuai kesepakatan dan aturan yang berlaku dalam perjanjian kontrak.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Nasional (FSPN) Sulteng, Lucky Sedama menyayangkan sikap manajemen rumah sakit yang tidak mengeluarkan satu jaminan sesuai kesepakatan awal.
“Harus ada SK yang diberikan sehingga ada ikatan kerja, tidak putus, mengingat semua pekerja ini sudah masuk dalam database,” ujarnya.
Menurutnya, tuntutan itu akan ditindaklanjuti sampai ke DPRD, sampai dipenuhi.
Salah satu perawat, Intan Pujiastuti mengaku sudah lebih dari tujuh tahun sebagai tenaga kontrak, Namun saat ini dirinya diberhentikan, lalu digantikan dengan orang lain yang pengabdiannya belum lama.
“Tidakkah pihak manajemen mempertimbangkan dengan asa kerja kita,” tanyanya.
Kata dia, pada waktu kejadian gempa itu, dirinya sedang berdinas, kendaraannya ditimpa bangunan rumah sakit. Belum lagi rumahnya yang hancur dan semua itu tidak dipertimbangkan oleh rumah sakit.
Di RS Anutapura sendiri, jumlah tenaga kontrak sebanyak 400 orang. Pascabencana, tenaga kontrak khusus perawat yang dirumahkan sebanyak 153 orang.
Menanggapi itu, Direktur RS Anutapura, dr. Ruslan, mengatakan, mereka mempunyai kontrak kerja ini selama satu tahun.
“Dalam Perda, diangkat mulai tanggal 1 Januari per 31 Desember. Setelah 31 Desember secara otomatis habis kontrak kerja. Artinya harus mengulang lagi, mendaftar ulang sesuai kebutuhan dan kemampuan rumah sakit,” katanya.
Sebelum bencana, kata dia, rumah sakit memiliki 550 tempat tidur, sekarang tersisa 200 tempat tidur, sehingga terjadi keterbatasan kemampuan pelayanan.
“Tentu untuk mengangkat tenaga honorer harus disesuaikan kebutuhan. Tidak ada jaminan semua pegawai tahun lalu, harus diangkat semua. Jadi tidak ada yang kami berhentikan, tapi otamatis karena SK-nya sudah berakhir di 31 Desember,” katanya.**
Reporter: Firmansyah Lawawi