Sumber: antaranews.com
|
Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 mengeluh karena rumah mereka rusak belum
masuk basis data di Kantor Bappeda setempat.
“Kami sudah mengecek ke Bappeda dan nama kami belum masuk,” kata
Tarjo (50), seorang korban gempa bumi di wilayah Kecamatan Birobuli Selatan di
Palu, Kamis (14/2/2019).
Ia mengaku sebelumnya sudah ada orang yang datang menemuinya untuk melakukan
pendataan.
Saat mereka mendata, kata dia, selain mencatat nama kepala keluarga (KK) dan
memotret bangunan miliknya yang rusak diterjang gempa tersebut.
Namun, setelah dicek ke Bappeda Kota Palu, kata dia, ternyata data nama dan
rumah yang rusak tidak masuk.
Hal senada juga disampaikan warga setempat lainnya, Made Sutarna.
Ia mengatakan beberapa hari lalu sudah mendatangi Kantor Bappeda Kota Palu
untuk mengecek apakah nama dan bangunan rumahnya yang rusak sudah terdata.
Untuk mengeceknya, kata ayah satu putra itu, harus antre, sebab warga yang
hadir cukup banyak dari semua penjuru Kota Palu.
“Kami antre berjam-jam hanya untuk memastikan bahwa rumah kami yang rusak
sudah masuk data base,” kata dia.
Akan tetapi, setelah diteliti satu per satu basis data tersebut, namanya tidak
ada sehingga harus kembali memasukkan data tentang kerusakan rumahnya akibat
bencana alam itu.
Ia mengatakan rumah yang belum masuk data masih diberikan ruang untuk
dimasukkan dengan catatan harus dilengkapi foto/gambar bangunan yang rusak,
KTP, kartu keluarga, dan surat kepemilikan rumah.
Namun, dia menyesalkan ada rumah yang tidak rusak, tetapi masuk dalam data.
Oleh karena itu, Made meminta sebelum basis data ditetapkan (final), sebaiknya
petugas turun ke lapangan untuk pengecekan ulang kebenaran bahwa bangunan
tersebut benar-benar rusak sehingga patut mendapatkan bantuan dana stimulan
dari pemerintah.
“Jangan sampai rumahnya tidak apa-apa, tetapi ikut menikmati bantuan
dimaksud,” ujarnya.
Kota Palu selain ditrerjang gempa bumi dasyat, juga tsunami dan likuefaksi yang
mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia dan dinyatakan hilang.
Bencana alam tersebut juga merusak banyak bangunan rumah penduduk, kantor
pemerintah, jalan, listrik, telekomunikasi, toko-toko, mal, swalayan, dan
berbagai usaha baik UMKM maupun IKM.**