Rasio Utang Naik, Sri Mulyani: Aman

  • Whatsapp
banner 728x90

Sumber: tirto.id
BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat
kenaikan rasio utang pemerintah terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) sejak
tahun 2015.

Informasi ini disampaikan kepala BPK Moermahadi Soerja
Djanegara dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (28/5/2019).

“Rasio utang pemerintah pusat terus mengalami
peningkatan meskipun masih di bawah ambang batas 60 persen dari PDB.
Peningkatan rasio utang dimulai 2015 sampai 2017,” kata Moermahadi.

Pada 2015, rasio utang pemerintah meningkat sebesar
27,40 persen, dan tahun berikutnya, kembali naik 28,3 persen. Sementara pada
2017, rasio utang pemerintah meningkat lagi 29,9 persen. Peningkatan rasio
utang tersebut tak lepas dari realisasi pembiayaan utang sebesar Rp380 triliun
pada 2015, Rp403 triliun (2016) dan Rp429 triliun (2017).

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengatakan utang pemerintah masih dalam batas aman dan dikelola dengan penuh
kehati-hatian.

Secara prinsip, kata Sri Mulyani, laporan keuangan
pemerintah daerah memang belum terkonsolidasi sehingga mempengaruhi ekuitas
pemerintah.

Pemeriksaan BPK tidak hanya berfokus pada utang
pemerintah, melainkan juga komposisi belanja. Sebab, sepertiga dari belanja
diarahkan untuk transfer ke daerah dan tidak tercatat di dalam neraca anggaran
pemerintah.

“Tentu saja ini akan mempengaruhi dari sisi
kemampuan kita untuk menunjukan bahwa belanja pemerintah terlihat di dalam
neraca keuangannya pemerintah pusat,” kata Sri Mulyani usai menghadiri
rapat paripurna di gedung DPR RI.

Meski demikian, Sri Mulyani menyambut positif hasil
audit dari BPK terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) yang
memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Kami sangat serius
menindaklanjuti temuan beberapa kementerian dan lembaga yang waktu itu masih
disclaimer, [sekarang] juga sudah positif,” ujar Sri Mulyani.**

Berita terkait