Rencana Tanggul Teluk Palu Perlu Kajian Ulang

  • Whatsapp
banner 728x90
Sumber: antaranews

KALANGAN
Akademisi dan peneliti menyarankan perlunya kajian ulang terhadap rencana
Pemerintah Pusat dan Pemprov Sulawesi Tengah untuk membangun tanggul tsunami
sepanjang 7,2 kilometer dengan ketinggian enam meter di  kawasan Teluk Palu bersama lembaga dari
Jepang yaitu “Japan International Coorporation Agency (JICA)”.
Saran perlunya
mengkaji ulang rencana pembangunan tanggul tsunami di Teluk Palu disampaikan
peneliti dan akademisi Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Prof. Dr. H. Amar
Akbar Ali, S.T., M.T. dalam diskusi Libun Todea yang dilaksanakan Pemerintah
Kota Palu di salah satu warkop di Palu, Sabtu hingga Minggu (26/5/2019)
dinihari.
Bentuk tanggul tsunami
yang direncanakan tidak jauh berbeda dengan tanggul tsunami yang dibangun oleh
Pemerintah Jepang seperti di antaranya di Kota Sinday, Onagawa dan Matsusima pasca
tsunami 2011 yang meluluhlantahkan wilayah tersebut.
“Di lokasi
tsunami Teluk Palu  memiliki
karakteristik yang jauh berbeda dengan tsunami di Jepang yang  tidak ada patahan di bawahnya, sehingga layak
dibangunkan tanggul tsunami di sana. Sementara di Teluk Palu di bawahnya itu
ada patahan,” ucap Prof Amar Akbar.
Jika pemerintah
memutuskan membangun tanggul tsunami yang sifatnya masih itu di sepanjang
kawasan Teluk Palu, maka  upaya tersebut
percuma dan biaya pembangunan tanggul tsunami dalam bentuk utang yang ditaksir
senilai Rp668 miliar itu akan sia-sia, katanya.
“Kalau gempa
pasti patahan di bawah itu bergerak. Kita ambil contoh patahan di bawah jalan
Diponegoro yang di depan PGM (Palu Grand Mall). Saat gempa magnitudo 7,4 ruas
jalan di sana bergeser sekitar 1,5 meter dari posisi semula. Kalau suatu saat
terjadi gempa dan tanggul itu sudah dibangun, pasti tanggul yang sifatnya masih
(padat) itu bergerak juga,” jelasnya.
Selain itu
karakteristik kawasan Teluk Palu yang berbeda-beda di tiap titiknya juga
menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi seluruh pihak yang terkait.
Oleh karena itu
langkah yang diambil untuk memitigasi bencana di setiap zona di kawasan Teluk
Palu yang memilki sejumlah karakteristik itu tidak bisa sama.
“Kita bisa lihat
di kawasan garis pantai Teluk Palu itu karakteristinya beda-beda. Misal kita
mulai dari Kelurahan Pantoloan sampai ke Mamboro memiliki karakteristik
tersendiri. Dari Mamboro keTondo, Tondo ke Talise, Talise terus sampai ke
Kelurahan Watusampu itu berbeda karakteristiknya. Sebenarnya kalau
pengkajiannya kita harus membuat zona-zona tersendiri,” jelasnya seraya
menyebutkan beberapa akademisi teknik dari Untad tengah membuat suatu
penelitian.
“Di kawasan Taman
Ria kami mencoba memodelkan karakteristik zona di sana karena ini berdampak
dengan model patahan yang ada . Jadi tsunami juga terjadi patahan. Kalau
tsunami di Jepang terjadi masif . Ini penelitian yang kita buat agar dapat
menghidupkan kembali kawasan-kawasan tersebut,”katanya.
Para pemangku
kebijakan mulai dari daerah hingga pusat agar mengkaji dan meninjau kembali
rencana pembangunan tanggul tsunami tersebut.
Dia juga setuju jika
upaya mitigasi bencana juga menyertakan pembangunan pohon mangrove yang
dipadupadankan dengan tanggul tsunami jika rencana itu tetap dijalankan.
“Maka perlu
menjadi kajian kita semua bagaimana model tanggul tsunami yang akan dibuat
mengingat ada patahan di bawah Teluk Palu ini. Hasil-hasil kajian ini nantinya
harus menjadi renungan dan pertimbangan kita semua,”ucapnya dalam forum yang
dihadiri aktivis dari berbagai komunitas peduli lingkungan dan sejumlah
akademisi teknik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.
Sementara itu Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu, Arfan yang hadir
dalam dialog itu menyebut jika rencana pembanguan tanggul tsunami belum final.
Saat ini Wali Kota
Palu Hidayat bersama sejumlah pihak yang terkait memenuhi undangan JICA ke
Jepang, rencana pembanguan tanggul tsunami yang ditawarkan oleh JICA telah
disetujui oleh Wali Kota Palu.
“Disetujui untuk
dikaji dan dibiayai. Jadi bukan setuju untuk langsung dibangun,”
katanya.**

Berita terkait