– |
Kita sebentar lagi akan
menjelang akhir-akhir Ramadhan. Apa saja amalan yang mesti
kita lakukan?
menjelang akhir-akhir Ramadhan. Apa saja amalan yang mesti
kita lakukan?
Ada tiga amalan yang bisa
kita fokus untuk melakukannya di akhir-akhir Ramadhan nanti.
kita fokus untuk melakukannya di akhir-akhir Ramadhan nanti.
Pertama: Lebih serius lagi
dalam ibadah di akhir Ramadhan
dalam ibadah di akhir Ramadhan
Lihatlah keseriusan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim,
no. 1175)
‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim,
no. 1175)
Dikatakan oleh istri
tercinta beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
tercinta beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Apabila Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan),
beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari
berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”
(HR. Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174).
shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan),
beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari
berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”
(HR. Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174).
Kedua: Melakukan I’tikaf
I’tikaf maksudnya adalah
berdiam di masjid beberapa waktu untuk lebih konsen melakukan ibadah.
berdiam di masjid beberapa waktu untuk lebih konsen melakukan ibadah.
Lihatlah contoh Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau
diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.
(HR. Bukhari, no. 2026; Muslim, no. 1172).
‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau
diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.
(HR. Bukhari, no. 2026; Muslim, no. 1172).
Hikmah beliau seperti itu
disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri berikut di mana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan,
disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri berikut di mana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Aku pernah melakukan
i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan
mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf
di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul
qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di
antara kalian, maka beri’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang
beri’tikaf bersama beliau. (HR. Bukhari, no. 2018; Muslim, no. 1167).
i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan
mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf
di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul
qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di
antara kalian, maka beri’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang
beri’tikaf bersama beliau. (HR. Bukhari, no. 2018; Muslim, no. 1167).
Jadi, beliau –shallallahu
‘alaihi wa sallam– melakukan i’tikaf supaya mudah mendapatkan malam lailatul
qadar.
‘alaihi wa sallam– melakukan i’tikaf supaya mudah mendapatkan malam lailatul
qadar.
Lalu berapa lama waktu
i’tikaf?
i’tikaf?
Al-Mardawi rahimahullah mengatakan,
“Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang
mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).”
(Al-Inshaf, 6: 17)
“Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang
mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).”
(Al-Inshaf, 6: 17)
Karena Allah hanyalah
menetapkan,
menetapkan,
“Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.”(QS.
Al Baqarah: 187).
Al Baqarah: 187).
Berarti beri’tikaf di
siang atau malam hari dibolehkan walau hanya sesaat.
siang atau malam hari dibolehkan walau hanya sesaat.
Ketiga: Raih Lailatul
Qadar
Qadar
Allah menyebut keutamaan
lailatul qadar,
lailatul qadar,
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5).
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5).
Menghidupkan malam
lailatul qadar bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah
Al Qur’an. Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam
lailatul qadar berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
lailatul qadar bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah
Al Qur’an. Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam
lailatul qadar berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari,
no. 1901)
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari,
no. 1901)
Bisa juga kita mengamalkan
do’a yang pernah diajarkan oleh Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa
sallam jikalau kita bertemu dengan malam Lailatul Qadar yaitu do’a: “Allahumma
innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni” (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf
dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku). Sebagaimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan do’a ini
pada ‘Aisyah, istri tercinta beliau.
do’a yang pernah diajarkan oleh Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa
sallam jikalau kita bertemu dengan malam Lailatul Qadar yaitu do’a: “Allahumma
innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni” (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf
dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku). Sebagaimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan do’a ini
pada ‘Aisyah, istri tercinta beliau.
Adapun yang dimaksudkan
dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan
ibadah dan tidak mesti seluruh malam.
dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan
ibadah dan tidak mesti seluruh malam.
“Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan
melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat
Shubuh secara berjama’ah.”
melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat
Shubuh secara berjama’ah.”
Dikatakan oleh Imam Malik
dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan:
dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan:
مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ
يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
“Siapa yang menghadiri
shalat berjama’ah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian
dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.” (Latha’if Al-Ma’arif,
hlm. 329).
shalat berjama’ah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian
dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.” (Latha’if Al-Ma’arif,
hlm. 329).
@Ramadhan Day 20