Bupati Poso, Kolonel Mar (Purn.) Darmin Agustinus Sigilipu hingga saat ini masih merasa tidak senang akibat pemberitaan subjektif yang dilakukan Nuansa Pos. Bupati Darmin Sigilipu merasa nama baiknya sebagai pribadi dan sebagai pimpinan daerah, telah dicemarakan dalam pemberitaan yang dilakukan Nuansa Pos berulang-ulang lebih dari 10 edisi.
Karena itulah, dalam sidang kedua yang digelar Dewan Pers di Gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa (30/7), Bupati Darmin Sigilipu atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Poso sebagai Pengadu, melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak mau berdamai dengan Nuansa Pos.
Bupati Darmin Sigilipu yang diwaliki Gunawan Rubana SH, Muhardi Siregar SH, Suprianus Kandolia SH, sebagai Kuasa Hukumnya, serta Sofyan Lawento Kuasa Hukum Bupati Poso dari Bagian Hukum Setdakab Poso, juga Kabag Humas dan Protokoler Setda Kabupaten Poso, Armol Songko, secara tegas menyatakan tidak mau lagi menggunakan hak jawab, karena sudah pernah dilakukan sebelumnya.
“Jadi pelaksanaan sidangnya terpisah. Sidang pertama itu kita diberi kesempatan untuk memberi keterangan dan komentar. Yang pertama, kita berikan penguatan terhadap pernyataan kita pada sidang sebelumnya. Yang kedua, kita berikan tambahan-tambahan sesuai dengan petunjuk Pak Bupati, bahwa terdapat kesalahan-kesalahan dalam pemberitaan dan konfirmasi, sudah kami sampaikan,” ujar Armol Songko.
Berdasarkan keterangannya dalam sidang Dewan Pers, Armol mengaku Pemda Poso merasa kesal terhadap pemberitaan yang sudah 3 bulan berlangsung. “Saya sampaikan memang sangat kesal, ini sudah tiga bulan terus berulang. Beberapa faktor lainnya juga kami ungkapkan,” tambah Armol.
Dalam pelaksanaan sidang kedua Dewan Pers tersebut, pihak Teradu dalam hal ini Nuansa Pos, dihadiri Pemimpin Redaksi, Irfan Denny Pontoh.
“Setelah keterangan kami didengarkan, dan setelah kami keluar dari ruang sidang, maka dipanggil lah Teradu. Setelah selesai Teradu didengarkan keterangannya, kami sebagai Pengadu di panggil kembali untuk mencocokan keterangan Teradu,” terang Armol.
Menurutnya, pemberitaan yang dipublikasikan Nuansa Pos, dianggap sangat mengganggu karena memberikan pandangan dan kesan yang tidak baik. Meskipun secara umum public Sulawesi Tengah, sangat paham dengan karakteristik Nuansa Pos, media yang saat ini tidak masuk dalam daftar media terverifikasi di Dewan Pers.
“Setelah Dewan Pers melihat dan mengkaji kondisi Teradu dengan berbagai keluhan yang kita sampaikan, Dewan Pers menawarkan kepada kita apakah mau islah alias berdamai, atau PPR. Hanya dua itu yang ditawarkan. Tapi kami memilih, kami tidak mau lagi duduk bersama, dengan berbagai persyaratan. Misalnya memberikan lagi kembali hak jawab, sesuai banyaknya berita yang telah dipublikasikan. Kami tidak mau! Kalau cuma satu minggu, mungkin kami bisa pertimbangkan, tapi ini sudah tiga bulan. Jelas marah kita,” tandas Armol.
Apa yang disampaikan Armol juga dipertegas oleh Gunawan Rubana. Sebagai salah satu pengacara yang ditunjuk Bupati Poso, Darmin Sigilipu untuk mendampinginya, Gunawan Rubana mempertegas bahwa sidang tersebut adalah pertemuan terakhir dengan Dewan Pers terkait perkara yang sedang dihadapi kliennya, dalam hal ini Bupati Poso.
“Intinya tadi bahwa Dewan Pers memberikan tawaran ada dua, yang satu risalah yang kedua pernyataan penilaian dan rekomendasi, PPR, terhadap pemberitaan yang ada. Kita tidak masuk pada risalah, karena kalau memilih itu, akan ada poin yang disepakati misalnya membuat hak jawab 13 kali, ada item-item lainnya lagi. Kami tidak menunjuk ke risalah itu, tetapi kami meminta untuk di keluarkan PPR. Itu untuk proses aduan kita,” urai Gunawan.
Sementara untuk proses internal, dari Dewan Pers ke Pemred Nuansa Pos, menurut Gunawan Dewan Pers melalui pimpinan sidang telah menyampaikan bahwa yang bersangkutan akan diberhentikan dari jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi, karena tidak memiliki standard kompetensi wartawan, dan juga belum memiliki sertifikasi kategori utama sebagai ketentuan dari Dewan Pers.
“Oleh karena itu, untuk sementara nanti diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Pemred selama tiga bulan, sambil diberi kesempatan untuk melakukan penjenjangan. Kami sangat memberi apresiasi kepada Dewan Pers bahwa memang masih seperti yang kita harapkan, menjadi lembaga profesional yang tidak melakukan keberpihakan terhadap persoalan ini. Benar-benar memegang teguh Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, dan Kode Etik Jurnalistik,”tutur Gunawan Rubana.
Sidang yang digelar Dewan Pers kali ini untuk mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu, kembali di pimpin Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Chaeruddin Bangun, dan dihadiri 7 anggota Dewan Pers Lainnya, yakni Arif Zulkifli, Jamalul Insan, Ahmad Djauhar, Agung Darmajaya, Asep Setiawan,Agus Sudibyo, dan Hassanein Rais. Selain itu juga hadir Samsuri dan M Noeh Hatumena, tenaga ahli Komisi Pengaduan dari Pokja Pengaduan Dewan Pers, serta Astrid dan Bagian Hukum Dewan Pers.
Dari pelaksanaan sidang tersebut, Dewan Pers memutuskan dua opsi yang kemudian ditawarkan kepada Pemda Poso sebagai Pengadu, yakni pertama Risalah alias berdamai dengan ketentuan Pengadu membuat Hak Jawab sebanyak berita yang telah diterbitkan, dan Nuansa Pos sebagai Teradu wajib memuat Hak Jawab tersebut. Yang kedua, Dewan Pers mengeluarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR), yang sifatnya final dan wajib dipatuhi oleh Teradu.
Sementara itu Dewan Pers yang dikonfirmasi, belum memberikan tanggapannya. “Mohon maaf saya sedang sibuk. Nanti hubungi kembali, mohon maaf yah,” jawab Hendry Chaeruddin Bangun, saat dihubungi melalui sambungan telepon seluler.
Usai sidang, Hendry memang terlihat buru-buru meninggalkan ruangan, karena mesti menghadiri suatu acara penting. ***
Sumber: Humas pemkab poso