Palu,- Rencana pembangunan Hunian Tetap (Huntap) satelit bagi penyintas eks Likuefaksi Kelurahan Petobo, masih menjadi polemik. Pasalnya, lahan yang berada di Ngata Baru, Kabupaten Sigi tersebut, belum memiliki kepastian hukum. Alias ganti rugi pemilik tanah belum rampung. Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi Pemkot Palu di kantor perwakilan Ombudsman Sulteng, jalan Khairil Anwar, Senin (17/2/2020).
Sekdis PU kota palu, Fadel dalam uraianya menyebutkan bahwa Ngatabaru, dulunya termasuk wilayah Sigi. Namun saat ini, daerah tersebut telah masuk di Kelurahan Petobo, Kota Palu. Hak kepemilikan tanah bagi warga yang mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya masih tumpang tindih.
“Pemkot Palu sudah berkoordinasi ke BPN Sigi dan lokasi tanah tersebut kepemilikan lahan itu tumpang tindih, ” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Kabid Pertanahan dinas DPRP kota palu, Mohamad Appan bahwa laporan yang masuk, terdapat 285 sertifikat tanah warga Ngatabaru yang akan dibangun Huntap Satelit.
Akan tetapi pemkot Palu dalam melakukan ganti rugi, memastikan dengan jelas status tanah warga yang akan dibayarkan. Karena keberadaan sertifikat tersebut, harus melalui hukum perdata serta pengujian di pengadilan.
“Belum akan dibangun Huntap satelit di lokasi tersebut. Karena belum ada kepastian hukumnya,” ungkapnya.
Sementara, PLh Omdusman Sulteng, Ruslan Yasin mengaku bahwa terdapat laporan masuk dari 120 warga ngatabaru yang diwakili Nicolas Salama terkait penundaan ganti rugi lahan tersebut.
Hal itu menurutnya, akan menjadi bahan Ombudsman RI perwakilan sulteng dalam melakukan klarifikasi lokasi lahan pembangunan Huntap Satelit ke Pemkot palu. ***
Sumber: Humas Pemkot Palu/Firmansyah Lawawi