Oleh : andono wibisono
Akhir-akhir ini di Sulawesi Tengah publik makin dibuat tidak tenang, dari pada menggunakan diksi ‘resah’ akibat beredarnya informasi resmi dari pejabat yang disampaikan ke media massa. Jadi bukan informasi liar atau sampah.
Mengapa tidak tenang? Karena beberapa kali pernyataan pejabat sering mengundang polemik baru. Atau setidaknya, pernyataan pernyataan pejabat disampaikan dinilai tidak pruden atau seksama.
Contoh mutakhir yaitu polemik status negatif mantan Komandan Korem 132 Tadulako Kolonel Inf Agus Sasmita hasil tes PCR atau Swab dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta. Informasi itu dibenarkan Kepala Penerangan Korem 132 Tadulako Mayor Inf Ahmad Jayadi ke kailipost.com kemarin sore (Minggu, 14 Juni 2020).
Hal yang sama juga tiba tiba status negatif hasil Swab Komisioner Bawaslu Pusat Dewi Petalollo. Sebelumnya Dewi divonis positif dan dinarasikan bahwa virusnya cenderung akibat perjalanan dari luar Palu. Kontradikrifnya, Dewi sudah lama di Palu bahkan sebelum lebaran. Ajaibnya, tidak semua keluarganya terpapar yang katanya virus dibawanya dari Jakarta.
Publik pun bertanya. Kok secepat itu hasil Swab Test Labkes Sulteng dan Labkes RSPAD Gatot Subroto berbeda. Mengapa hanya selisih enam hari sudah berbeda. Ibaratnya, pagi positif kok sore negatif.
Hasil laboratorium dikerjakan oleh tenaga ahli. Dalam laman google dijelaskan bahwa Analis kesehatan adalah orang yang bekerja atau adalah profesi pada sarana kesehatan yang bertugas melayani pemeriksaan, pengukuran, penetapan, dan pengujian bahan yang diambil dari seorang manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan.
Tak cukup itu, malamnya beredar keterangan pers Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah dr Reny Lamadjido ada beberapa poin. Salah satunya menyebut bahwa hasil Swab atau PCR dapat berubah kapan saja. Apabila pasien memperoleh asupan gizi yang baik, cukup, olah raga dan vitamin. Beberapa poin keterangan pers umumnya hanya argumentasi tanpa data atau fakta yang bisa diuji kebenarannya. Sangat normatif.
Akibat pernyataan pernyataan pejabat tersebut muncul pertanyaan baru publik. Meragukan argumentasi pejabat yang tanpa dilandasi hasil analisis kesehatan dan data pasien setiap hari selama diisolasi di rumah sakit.
Apakah ada standar tempo waktu melakukan Swab test pertama ke Swab test kedua? Pada laman Gugus Tugas Covid 19 Kemenkes RI tidak diatur. Artinya dapat kapan saja.
Tetapi ingat, ada keterangan menyebutkan bahwa setiap hari sampel jaringan pasien akan diambil untuk diperiksa. Nah, bagaimana sampel jaringan pasien setiap hari?
Kedua; Apakah ketika seseorang divonis positif korona secara psikologis tidak mengalami depresi, cemas, was was dan malu? Terlebih seorang pejabat. Apakah itu tidak berpengaruh pada imunitasnya? Apakah benar selama enam hari kluster pejabat sekeluarga imunnya makin baik akibat vitamin, makanan bergizi dan kenyamanan selama isolasi.
Pertanyaan pertanyaan publik ini sebaiknya dijawab dengan data dan fakta medis dari pada hanya sekedar argumentasi kosong dan prosedural. Mengingat kredibilitas hasil laborotorium Swab dipertaruhkan. Kedua; publik berhak mendapat informasi benar sesuai UU KIP tentang uji laboratorium yang ditangani tenaga ahli kesehatan.
Kekacauan informasi disampaikan pejabat tersebut akibat tidak cermat, lengkap, terukur dan valid. Cenderung informasi disampaikan pejabat yang satu dengan pejabat level di bawah baik organisatoris dan kewilayahan tak sama. Masing masing ingin mempercepat membantah. Bukan menyajikan informasi yang dibutuhkan dan benar untuk publik.
Kedua; umumnya keterangan keterangan pada pers dilakukan dengan satu arah. Bukan dua arah interaktif yang dapat saat itu pula digali atau diuji oleh pers. Pers akhirnya hanya mengutip. Bukan menggali informasi untuk disajikan.
Silang sengkarut ini belum vatal. Sebaiknya dimaksimalkan juru bicara resmi baik terkait penanganan Covid dan terkait dengan penyampaian data akurat. Karena tanpa public speaking yang baik, informasi benar bisa menjadi salah. Sebaliknya yang salah dibenarkan.
Kita juga berharap hari ini dengar pendapat Komisi 4 DPRD Sulteng dengan Dinas Kesehatan, RSU Undata, RSU Madani dan pejabat terkait dapat memberikan penerang informasi yang sempat menjadi polemik di publik. ***