LBH Sulteng Dampingi Warga Buleleng Lahannya Dirampas Perusahaan Tambang BCPM, Anehnya SHM Disita Polda

  • Whatsapp
banner 728x90

SULTENG – Perwakilan masyarakat Desa Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, Rustam terus berupaya mencari keadilan atas konflik lahan yang terjadi dengan perusahaan tambang, PT Ba Cakra Perkasa Mineralindo (BCPM).

Setelah berjuang di Kabupaten, Rustam bertolak menyambangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH Sulteng) di Jalan Yojokodi nomor 67, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, pada Jum’at (4/11/2022).

Rustam meminta untuk dilakukan pendampingan hukum dan mengadukan dugaan tindakan kriminalisasi serta intimidasi, yang dialami masyarakat Desa Buleleng, dugaan perampasan sertifikat tanpa sepengetahuan masyarakat selaku pemilik sertifikat, juga dugaan pengrusakan dan penyerobotan lahan bersertifikat masyarakat Buleleng yang dilakukan PT BCPM.

Advokat rakyat yang juga pendiri Lembaga Bantuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH Sulteng), Agus Salim, kepada media ini membenarkan adanya pengaduan dari perwakilan masyarakat Buleleng soal konflik agraria yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan tambang nikel PT BCPM.

Agus Salim menyatakan kesiapannya untuk mendampingi masyarakat Desa Buleleng, yang akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan surat kuasa dari masyarakat yang sudah ditersangkakan saat ini, berkaitan dengan laporan pemalsuan dokumen.

“Sangat disayangkan terjadi penyitaan SHM oleh oknum anggota Polda Sulteng yang tanpa diketahui masyarakat tani selaku pemilik, saya mengutuk keras tindakan penyitaan itu dan saya anggap sebagai bentuk perampasan, hari ini terjadi konflik agraria di Desa Buleleng, dimana ada penyingkiran hak-hak ekonomi sosial budaya, dan hak asasi masyarakat” ujar Agus Salim.

Mengenai keterangan dari Humas Polda Sulteng terkait pelaporan sertifikat yang disebut tidak ada hubungannya dengan konflik yang terjadi antara perusahaan tambang PT BCPM dengan masyarakat Buleleng, kata Agus Salim, hal itu dilakukan secara normatif.

‘’Bicara soal hak asasi, tentunya kita mempertanyakan kenapa terjadi penyitaan SHM secara sepihak dan terkesan dipaksakan, karena dilakukan tanpa adanya konfirmasi dari pemilik, pemerintah desa, dan pemerintah kecamatan, kalau toh ada persoalan keperdataan antara masyarakat, kenapa tidak dipersoalkan sebelumnya…??? Kenapa nanti ada investasi, bahkan nanti adanya sengketa lahan antara pihak perusahaan PT BCPM dengan masyarakat Buleleng baru muncul laporan tersebut? Ini kan aneh” ungkap Agus Salim.

Ia juga mendesak, agar pihak Polres Morowali segera menindaklanjuti dan memproses laporan polisi dari masyarakat Desa Buleleng, atas dugaan pengrusakan dan penyerobotan lahan bersertifikat milik masyarakat. “Informasi yang kami terima, sampai saat ini laporan polisi masyarakat Buleleng terhadap PT BCPM belum jelas penanganannya, padahal ini penting supaya ada keseimbangan proses hukum” tandas Agus Salim. ***

Dikirim : agusalim SH

Berita terkait