Kebijakan ini hadir menyusul langkah sebelumnya dari Kemnaker yang telah melarang praktik penahanan ijazah oleh perusahaan. Penahanan dokumen pribadi karyawan terbukti menyulitkan pekerja untuk mengakses peluang karier yang lebih baik.
Pakar ketenagakerjaan Yassierli mengingatkan, penahanan ijazah bukan hanya melanggar hak pekerja, tetapi juga membatasi ruang gerak mereka dalam pengembangan karier. “Ijazah kehilangan fungsinya ketika berada di tangan perusahaan, bukan di tangan pemiliknya,” tegasnya.
Ia menambahkan, kondisi ini bisa menekan moral pekerja, menurunkan semangat, dan pada akhirnya memengaruhi produktivitas. “Karyawan yang tidak bebas secara administratif dan psikologis akan sulit maksimal dalam bekerja,” ujarnya.
Dengan rangkaian kebijakan ini, Kemnaker menunjukkan komitmennya untuk membenahi iklim ketenagakerjaan yang lebih adil, inklusif, dan bebas dari praktik diskriminatif.
Langkah ini diharapkan tak hanya membuka peluang kerja yang lebih luas, tapi juga memulihkan kepercayaan diri para pencari kerja di berbagai lapisan.