Palu – Kailinesia perlu menyadari bahwa diam atau tenang bukan tanda kelemahan, melainkan cara tubuh dan pikiran mencerna emosi secara aktif.
Saat seseorang memilih diam setelah merasa marah, sedih, atau takut, tubuhnya sebenarnya sedang bekerja memulihkan diri dan menjaga keseimbangan emosional serta fisik.
Diam bukan tindakan pasif. Saat kamu diam, sel-sel imun seperti makrofag mulai bekerja melawan bakteri jahat dan membantu tubuhmu agar tidak jatuh sakit.
Para peneliti dari Brain, Behavior, and Immunity (2022) dan Neuroscience & Biobehavioral Reviews (2019) membuktikan bahwa ketika kamu memproses emosi secara sadar, sistem kekebalan tubuhmu mendapatkan waktu untuk menyeimbangkan kembali diri dari tekanan stres.
Banyak orang sering memaksa orang lain bereaksi dengan kalimat seperti, “jangan diam saja, balas!”
Padahal, dengan mendorong seseorang untuk bereaksi secara impulsif, kita justru mengganggu proses penyembuhan emosinya. Saat kamu mencerna emosi dengan diam, kamu sedang menjalankan praktik mindfulness: kamu menyadari, merasakan, dan memberi nama pada emosi yang hadir, lalu memprosesnya dengan tenang.
Jadi, Kailinesia perlu memberi ruang bagi siapa pun yang memilih diam setelah peristiwa emosional. Biarkan mereka memproses emosi tanpa tekanan. Jangan mendesak mereka bercerita jika mereka belum siap.
Dengan memberi waktu, kamu justru membantu mereka pulih. Diam yang mereka pilih bukan pelarian melainkan bentuk perlindungan dan pemulihan. Diam mereka adalah emas.