Indef: Penggunaan Utang Pemerintah Masih Belum Produktif

  • Whatsapp
banner 728x90
Sumber: tirto.id

EKONOM Institute for Development of Economics and
Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan, penggunaan utang di era
Jokowi-JK masih tersebar ke berbagai sektor yang kurang produktif misalnya
untuk kebutuhan gaji ASN hingga kebutuhan birokrasi. 


Bhima mengatakan, biaya pembayaran tersebut berasal dari penerbitan surat
berharga negara (SBN) yang saat ini mencapai 80 persen. Menurut Bhima,
pengeluaran dari penerbitan SBN hanya diperuntukan untuk belanja birokrasi yang
konsumtif. Sementara belanja untuk infrastruktur tidak mendapat porsi yang
besar.

“Konsumtif. Belanja pegawai, belanja barang. Sementara belanjanya yang
benar-benar untuk modal seperti infrastruktur itu trennya naiknya kecil banget.
Relatif lebih kecil dibandingkan belanja lainnya. ini yang jadi
pertanyaan,” kata dia kepada Tirto, Sabtu (2/2/2019).

“SBN itu pemanfaatannya dicampur-campur jadi kita enggak tahu SBN itu
benar untuk infrastruktur belanja pegawai, belanja sosial atau belanja
apa,” lanjut dia. 


Utang pemerintah tengah menjadi sorotan setelah capres Prabowo Subianto
menjuluki Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai “menteri pencetak utang”.

Bhima, menuturkan, untuk mengukur efektivitas
utang salah satunya bisa dilihat dari tingkat pertambahannya dibanding dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi satu negara.

“Kalau sekarang rata rata per tahunnya 10 persen utang pemerintah tapi ekonomi
tumbuhnya hanya 5,1 persen, konsumsi flat 5 persen, ekspor 6,6 persen. Yang
jadi dipertanyakan sebagai pembayar pajak kok enggak korelatif sih?” kata
Bhima.

Berdasarkan penelusuran Tirto, pembengkakan utang mencapai Rp3.769 triliun
(2015), Rp4.216 triliun (2016), dan Rp4.825 triliun (2017). Dengan kata lain,
ada kenaikan utang sebesar 11 persen pada periode 2015-2016 dan 14 persen pada
periode 2016-2017.

Kondisi itu, kata Bhima, mematahkan argumen pemerintah yang selalu mengatakan
utang pemerintah masih berada di batas aman.

“Katanya utang enggak apa-apa naik. Toh masih masih di bawah 60 persen terhadap
PDB. Kan tapi di sisi lain produktivitas utang terhadap ekspor kemudian
terhadap pertumbuhan ekonomi itu korelasinya harus positif. Jangan seperti
sekarang,” jelas dia.

Berita terkait