Industri Pertambangan Gerakkan Ekonomi Sulteng

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter: Firmansyah Lawawi

DISAAT Neraca perdagangan di
Indonesia mengalami devisit, justru Sulteng mengalami perkembangan positif. Hal
itu menandakan bahwa perekonomian Sulteng secara umum digerakan oleh sektor ekspor
dari industri dan pertambangan yang
berada di Kabupaten Morowali dan Banggai.

“Gempa bumi di
Pasigala, berdampak kepada pesimis indeks tendensi konsumen di triwulan empat
tahun 2018,” ungkap kepala BPS Sulteng, 
Faisal Anwar, Rabu (6/2/2019).

Selain itu, pertumbuhan
ekonomi Sulteng pasca bencana alam, atau triwulan IV hanya berjalan sebesar
0,55 persen. Artinya terjadi kelambatan. “Penjabaranya, misalnya
pertumbuhan ekonomi sebelum bencana sebesar 6 persen. Pasca bencana alam
melambat 5 persen. Secara umumnya, hanya melambat. Tidak sampai mines,”
jelas Faisal Anwar.

Kabid Neraca wilayah dan
Analis Statisik BPS Sulteng, Rukhodi membeberkan akibat bencana alam di
Sulteng, mengakibatkan banyaknya kerusakan atau capital stock. Secara global,
perkembangan ekonomi mengalami penurunan. Namun fakta tidak.

Secara kumulatif ditahun
2018, ekonomi di Sulteng tumbuh sebesar 6,30 persen. “Timbul pertanyaan,
tumbuhnya perekonomianya dimana. Padahal bencana alam telah melunpuhkan semua
sektor. Namun pertumbuhanya berkembang pesat di wilayah lain. Dari sektor
industri dan pertambangan yang ada di Banggai dan Morowali, ” kata
Rukhodi.

Ditinjau dari year of
year, atau dari tahun ke tahun lanjur Rukhodi, tumbuh 5,37persen. Lebih tinggi
dari angka nasional 5,18 persen.

Dari year on the year,
sumber pertumbuhan perekonomian Sulteng, berasal dari sektor kontruksi sebesar
1,74 persen, industri pengolahan 1,25 persen dan administrasi pemerintahan 0,99
persen. “Akibat bencana alam, dilihat secara umumnya, perekonomian mengalami
kelambatan dari 7,3 persen triwulan tiga, menjadi 5,37 di triwulan empat 2018,
” paparnya.

Namun, kata Rukhodi,
lambatnya pertumbuhan ekonomi terjadi pada wilayah yang terdampak bencana alam.
Untuk daerah lainya di Sulteng, tidak berpengaruh terhadap pertumbuhanya.

Dari kelambatan 5,37
persen di triwulan IV tahun 2018 terjadi disembilan lapangan usaha. Seperti
jasa kesehatan sosial, administrasi kepemerintahan, kontruksi, infokom, industri pengolahan.

” Untuk sektor
industri dipengaruhi seperti industri Nikel serta industri baru yang mulai
beroperasi sejak triwulan III 2018, yaitu produksi bahan Amoniak di Sulteng,
” akunya.

Pertumbuhan ekonomi
Sulteng sendiri dilihat dari Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) di triwulan
IV 2018 berada diurutan ketujuh. Diatas Provinsi Sulbar, Papua. “Padahal
Sulteng mengalami peristiwa bencana alam di tahun 2018, ” bebernya.

Dilihat dari persepsi
masyarakat konsumen terhadap perekonomian Sulteng. Triwulan IV 2018, tercatat
98,44 persen. Artinya lanjur Rukhodi, masyarakat menilai kondisi perekonomian
di triwulan IV lebih buruk dari triwulan sebelumnya. ” Triwulan III itu
dibulan Juli, Agustus dan September 2018, ” sebutnya.

Kondisi ditahun 2019,
masyarakat memiliki rasa optimisme ditriwulan pertama. Dari faktor pendapatan,
dibanding bulan sebelumnya. Dengan mengusung slogan Palu bangkit dan kuat. 

“Dengan estimasi peningkatan indeks sebesar 109,30 persen. Meskipun dari
sisi pembelian barang selain konsumsi masih pesimis,” tuturnya.**

Berita terkait