Pascabencana, Banyak Kasus KDRT

  • Whatsapp
banner 728x90

Reporter: Dedy 


DINAS Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi
Tengah, pascabencana telah banyak menerima laporan kasus KDRT dan pelecehan.
Tercatat ada 39 kasus kekerasan yang
dilaporkan diantaranya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan,
percobaan pemerkosaan, pemukulan yang dilakukan anak tiri kepada ibu tirinya
dan kekerasan terhadap anak.
Bukan hanya itu sejumlah kasus di
lokasi pengungsian kerap banyak terjadi diantaranya  pengintipan yang
dilakukan saat mandi di lokasi-lokasi pengungsian, selingkuh, penelantaran
terhadap istri oleh suami, serta ancaman traficking anak, lalu laporaan
kecanduan menghisap lem fox yang dilakukan beberapa orang anak.
“Saat ini kami telah menerima
laporan sebanyak 39 kasus kekerasan terhadap anak, KDRT pelecehan seksual dan
sejumlah kasus lainnya,” kata Kepala Bidang Perlindungan Anak DP3A Sulteng,
Sukarti, Minggu (17/3/2019).
Menyikapi hal tersebut tim teknis
petugas Pelatihan pusat pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak
(P2TP2A) dilingkup DP3A Sulteng maupun kabupaten/kota, melakukan
penyelesaiannya mulai dari mediasi secara kekeluargaan dan mediasi bantuan
hukum berupa konsultasi serta mendampingi dengan membuka laporan di kepolisian. 
Sukarti mengatakan pasca bencana
kasus kekerasan ini rentan terjadi disebabkan oleh faktor ekonomi, selain itu
rumah yang berhimpitan kecil yang memicu terjadinya tindakan yang tidak
menyenangkan.
“Identifikasi kami penyebabnya
terjadinya kasus tersebut yakni faktor ekonomi, karena mereka yang tinggal di
pengungsian itu rata-rata yang rumahnya sudah tidak ada. Mungkin, dulunya warga
pengungsi ini berkecukupan tetapi setelah bencana tabungan mereka mulai
berkurang. Makanya, jumlah kasus yang kita  terima sampai saat ini
sebanyak 39 kasus,” ucap Sukarti.
Manurutnya, dari akumulasi laporan
kekerasan yang telah diterima oleh DP3A Sulteng, saat ini telah diselesaikan
melalui tim teknis P2TP2A dengan beberapa rujukan penyelasaian yang dilakukan
mulai dari mediasi kekeluargaan sampai pada konsultasi bantuan hukum.
“Jadi, laporan ini telah
diselesaikan dan model penyelesaiannya pun berbeda-beda ada melalui mediasi dan
konsultasi, korban dirujuk ke tempat lembaga perempuan seperti Libu, serta
dirujuk ke P2TP2A untuk penyelesaiannya,” tukas Sukarti.***

Berita terkait