Huntara Satu Lantai Picu KDRT

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter: Firmansyah Lawawi

DESIGN Hunian Sementara
(Huntara) yang menyatukan beberapa unit bilik kamar dalam satu lantai panggung,
ditengarai bisa memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Hal itu ditegaskan oleh
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, Masyita Asjudi dalam
evaluasi bersama pasca bencana, Kamis (11/4/2019) di Sekretariat Sulteng
Bergerak jalan Rajawali Palu.

“Model Huntara kecil
dan memiliki beberapa bilik ruang yang dibangun dalam satu lantai panggung,
serta tidak memenuhi standar SOP layak
huni, sangat rentan terhadap terjadinya KDRT. Dalam memenuhi kebutuhan biologis
pasutri, tidak dapat melakukanya di dalam Huntara, karena bila dilaksanakan,
akan diketahui penghuni bilik lain, disebabkan biliknya satu lantai. Jadi
bergerak sedikit semua orang dalam petakan Huntara akan merasakan
getarannya,” jelasnya.

Oleh karena itu kata
Masyita, karena tidak bisa menyalurkan kebutuhan biologisnya disebabkan hal
tersebut, maka pihak suami melampiaskanya dengan melakukan kekerasan fisik
kepada pasanganya.

“Lebih ironis lagi,
hal itu dapat mengakibatkan pelecehan seksual terhadap anak, karena mayoritas
kebutuhan biologis tidak tersalurkan,” tegasnya.

Hal tersebut menurut
Masyita berdasarkan laporan beberapa aduan dari masyarakat penghuni Huntara di Baliase Kecamatan Marawola, Kecamatan
Dolo barat dan Selatan, Kabupaten Sigi.

Selain itu, proses belajar
bagi anak sekolah tidak dapat dilakukan dengan baik, karena keterbatasan ruang
di dalam Huntara. Begitu pula dengan aktifitas bagi wanita, sangat
terbatas,  tidak bisa melakukan kegiatan
sebagaimana mestinya.

Disamping itu kata
Masyita, suplai air sangat terbatas kepada penghuni Huntara di tiga wilayah
tersebut.

“Memang banyak air
yang disediakan, namun hanya sekali dalam empat hari saja. Banyak tandon air
yang kosong. Sehingga sanitasi di Huntara tidak dapat difungsikan. Bagaimana
mereka menjaga kebersihan tubunya, utamanya bagi wanita dalam menjaga kesehatan
organ vitalnya saat menstruasi,” akunya.

Berangkat dari hal itu,
Masyita Asjudi berharap agar pembangunan Huntara yang tidak manusiawi
dihentikan pengerjaannya. Proses pendirian Hunian Tetap segera direalisasikan
secepatnya, agar masyarakat dapat hidup dengan layak.

Lebih jauh, dia
membeberkan bahwa PBHR sendiri telah melakukan pendampingan hukum terhadap hak
keperdataan masyarakat Kelurahan Balaroa. Pendampingan hukum atas dugaan pungli
atas pemerintah Desa atas semua bantuan maupun sumbangan kepada masyarakat.

“PBHR juga telah
melakukan Mou bersama pemerintah Kecamatan Dolo Barat dalam pelatihan mitigasi
bencana kepada masyarakat. Selain itu menerima pengaduan terkait polemik
kendaraan yang hilang akibat bencana namun masih dilakukan penagihan angsuran
cicilannya oleh leasing,” katanya.

Giat evalusi tersebut juga
dihadiri oleh Sekdaprov Sulteng, Hidayat Lamakarate, kepala BPBD Palu, Presley
Tampubolon, Ikshan Loulemba, pihak NGO serta insan pers di kota Palu.**

Berita terkait