Miris, Belajar di Gubuk Bambu

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter: Yohanes Clemens

SEKOLAH Dasar Negeri (SDN) 21 Palu Kecamatan Tatanga Kota
Palu kondisinya cukup memprihatinkan. Pascagempa 28 September silam sekolah
tersebut tak lagi memiliki ruang kelas yang memadai untuk kegiatan belajar
mengajar.

Tujuh bangunan sekolah di Kelurahan Boyaoge ini
rusak. Memang gedungnya belum sampai ambruk, namun melihat kerusakannya, pihak
sekolah khawatir gedung itu bakal ambruk. Sehingga pihak sekolah mendirikan
tenda darurat bantuan dari Unicef tidak jauh dari lokasi sekolah.

Setelah ada bantuan Kemendikbud, pihak sekolah
kemudian mendirikan sekolah darurat.

Sebanyak 206 siswa kelas I sampai VI terpaksa
belajar di sekolah darurat ini dengan kondisi ruang kelas beratap terpal dan
dinding dari anyaman bambu layaknya kandang ternak.

Saat turun hujan, praktis kegiatan belajar
mengajar di sekolah itu terpaksa dihentikan. Sekolah darurat yang dibangun
sejak 6 bulan lalu itu kondisinya lebih mirip gubuk daripada gedung sekolah.

Pelaksana harian (Plh) Kepala SDN 21 Palu, Tri
Haryani mengatakan dinding bambu yang lapuk saat ini telah membahayakan kondisi
kesehatan siswa. Sejauh ini sudah ada tiga siswa
yang harus dirawat di rumah sakit, diantaranya ada yang disebabkan dari debu
yang ada dibambu.

“Ada tujuh hari masuk rumah
sakit, ada 3 orang yakni kelas satu, dua dan lima. Adapun penyebabnya menurut
orang tua karena abu dari bambu, dan kalau yang kelas 5 katanya kena rematik
atau apa itu, saya tidak mengerti, mungkin juga karena debu, sebab dia sesak
nafas,” terang Tri Haryani, Kamis (11/4/2019).

Bukan hanya berdampak kondisi
kesehatan, proses kegiatan belajar mengajar (KBM) juga belum bisa berjalan
dengan maksimal.

“KBM belum bisa berjalan dengan baik, karena
kalau sudah pukul 9, anak-anak sudah gelisah. Kita tidak bisa salahkan anak-anak,
kalau tidak ada perhatiannya saat belajar. Bahkan sampai tanya Bu kapan istirahatnya,
sebenarnya istirahat 09.15, tapi, sekarang sudah tidak lagi, karena panas, dan
kami harus maklumi kalau yang seperti itu,” katanya.
“Bahkan siswa mengeluh, makanya siswa
menggunakan masker juga pada saat belajar. Ketika hujan juga sering tembus
sampai di dalam ruangan. Dan kita juga sudah melaporkan hal ini ke pihak
berwenang, UPTD sudah meninjau,” tambahnya.
Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu, Ansyar
Sutiadi membenarkan itu, menurutnya, betul, dan kami sudah sampaikan kepada
Kepsek yang baru untuk mengganti bambu dengan bahan lainnya, dan dalam waktu
dekat akan dilaksanakan.
“Dana yang dikeluarkan untuk menggantikan itu
akan menggunakan dana BOS, dan anggaran lain yang bersifat bantuan dari pihak
terkait di luar Kemendikbud. Dan dana BOS tersebut dibolehkan untuk sarpras 30
persen, dan itu tidak memerlukan biaya besar hanya untuk ongkos kerja,”
kata Ansyar, saat dihubungi via Whatsapp.**

Berita terkait