Makna Ornamen Tugu Nol Kilometer, Ini Penjelasan Walikota Palu

  • Whatsapp
banner 728x90

Reporter: Firmansyah Lawawi
Walikota Palu Hidayat memberikan sedikit penjelasannya
mengenai ornamen tugu nol kilometer kota Palu. Ornamen tugu nol kota Palu,
memiliki nilai budaya. Dimana terkandung makna filosofi yang dimiliki oleh
masyarakat tanah Kaili. Ujar Hidayat, Senin (26/8/2019) di salah satu kafe dikota
Palu.

Menurutnya,
ornamen dari tugu nol, melambangkan salah satu adat istiadat suku Kali. Yaitu
Sambulu. Makna filosofi dari kata Sambulu, ungkap Walikota, bukan hanya
mewakili prosesi adat perkawinan suku Kalili semata. Namun lebih dari itu,
merupakan simbol dari budaya yang terkandung dalam masyarakat kota Palu.

“Sambulu
terdiri dari lima unsur, diantaranya adalah buah Pinang melambangkan jantung,
Gambir memilik makna hati manusia, daun sirih diartikan sebagai urat nadi,
kapur sirih disimbolkan sebagai otak dan tembakau sebagai sebagai organ perut.Kombinasi
lima unsur itu, dipadukan menjadi elemen yang tidak bisa terpisahkan anatara
satu dan lainnya”.

Dalam
bahasa Kailinya kata Hidayat, disebutkan dengan Nompanga. Atau dalam bahasa
Indonesianya prosesi makan sirih.

“Kelima
unsur itu, jika dikunyah bersamaan, akan menghasilkan cairan berwarna merah.
Cairan tersebut disimbolkan sebagai darah yang mengaliri kelima organ tubuh
manusia. Nenek moyang kita memaknai filosofi itu ” jelas Walikota Palu.

Saat
kelima unsur tersebut berpadu menjadi satu, dimaknai dengan cairan darah yang
mengaliri organ tubuh manusia, Hidayat menjelaskan bahwa terjadilah proses
sebuah kehidupan.
Sementara
makna dari kalimat ‘
masintuvu kita
maroso, morambanga kita marisi
‘ yang tertulis pada tugu nol, memiliki arti
kesatuan antar warga kota Palu.

“Arti
dari kalimat masintuvu kita maroso, morambanga kita marisi memilik arti,
bersatu kita kuat, bersama-sama kita kokoh, ” paparnya.

Makna
filosofi kalimat  bersatu kita kuat,
bersama-sama kita kokoh, lanjut Hidayat menhasilkan tiga nilai kebudayaan, yaitu
toleransi, kekeluargaan, dan gotong-royong.

“Bila
tiga nilai itu dapat terealisasi kedalam jiwa warga kota Palu, tidak ada lagi
kita dengar pertikaian antar warga. Saat ini tidak ada lagu suara dum-dum kita
dengar di kota Palu. Berarti tiga nilai itu sudah masuk kedalam jiwa warga kota
Palu”, akunya.

Dari
titik nol tersebut dimulai kembali pembangunan kota Palu, dihiasi ornamen budaya
Sambulu. Dengan tiga nilai toleransi, kekeluargaan, dan gotong royong.
Dipadukan filosifi ‘masintuvu kita maroso, morambanga kita marisi’. ***

Berita terkait