KRK Protes Pembangunan Wisata di Sinei karena tidak Memiliki Master Plan

  • Whatsapp
banner 728x90

Palu,- Koalisi Rakyat Khatulistiwa (KRK) protes pembangunan wisata di Desa Sinei, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong. Hal itu disampaikan saat konsolidasi di Rumah AMAN Sulawesi Tengah, Jalan Banteng, BTN Bumi Anggur Blok D, Nomor 17, Kota Palu. Malam ini (29/01/2020). Adapun lembaga yang tergabung dalam Koalisi adalah Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Tengah.

“Terkait dengan hasil pertemuan kita pada malam hari ini ada dua point yang kami sampaikan pertama menginginkankan ada kejelasan tentang status tanah.”

“ Sampai saat ini, kami belum mengetahui master plan pengembangan kawasan tersebut. Takutnya suatu saat masyarakat kaget tiba-tiba dirumah mereka sudah masuk pengembangan yang akan dijadikan kota satelit.” Ungkap Idrus masyarakat Sinei

Sementara itu Muhammad Hardi, Aktivis SHI mengatakan bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan

“Kami sampaikan kepada pemerintah kabupaten Parimo agar duduk bersama dengan pemilik-pemilik lahan yang ada di area pembangunan wisata, jangan main gusur. Kalo persoalan ini tidak diselesaikan maka jalur yang akan ditempuh adalah pengadilan biar semuanya jelas.” Ungkapnya

Lanjut dia, Model wisatanya untuk pembangunan Kota Satelit, itu juga masih simpang siur karena tidak ada master plan.


Kemudian Agusalim,SH Aktivis SPHP mempertanyakan Konsep Tata Ruang di Kabupaten Parimo.

“Apa betul Parigi moutong itu sudah punya Detail Tata Ruang Kabupaten, ini menjadi carut marut karena soal konsep Tata Ruangnya juga. Ucap agus dengan nada bertanya.

“yang jelas perizinan itu akan hadir baik di pertambangan, pariwisata, Perkebunan sawit. Pertanyaannya apakah Kabupaten Parimo punya yang namanya Tata Ruang soal dimana Hak Publik terhadap konsep pembangunan yang sektoral itu.”

“ Kalo ada tidak mungkin mereka (pemerintah) itu terjadi, maka saya menganggap bahwa Parimo memang tidak punya hal itu.” Lanjutnya.

“DPRD harus memahami benar, jangan hanya menjadi mediasi politik. Mereka adalah wakil rakyat yang betugas dan harus respon cepat, kemudian bupati harus terlibat menyelesaikan. Mari kita bangun daerah dengan konsep kemitraan dan libatkan hak-hak adat disitu, libatkan nelayan, petani itu intinya. Pungkasnya ***

Reporter: Arman Seli

Berita terkait