PETI, Kapolda: Pemda Kurang Mengatur

  • Whatsapp
Irjen Pol Syafril Nursil (foto/polda sulteng)

#Tambangilegal

Palu,- Semalam (18 Juni 2020) saya dikirimi WhatsApp seorang pejabat Biro Humas Polda Sulawesi Tengah. Isinya menarik setelah saya baca berulang – ulang. Yaitu pernyataan Bosnya di kepolisian daerah Sulawesi Tengah, Jenderal bintang dua Syafril Nursal soal carut marut pertambangan emas ilegal yang melibatkan masyarakat. Baik lokal maupun dari daerah lain.

Dalam terminologi bahasa Indonesia disingkat PETI, pertambangan tanpa ijin. Menurut Irjen Syafril PETI di Sulteng terjadi karena beberapa faktor mendasar dalam catatan saya (rilis itu) saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Sulteng kemarin.

Pertama ; Pemda di Sulawesi Tengah baik provinsi dan kabupaten/kota belum memiliki tata kelola pertambangan yang baik. Tata kelola pasti ditunjang dengan data potensi pertambangan yang cermat, tepat, akurat dan presisi. Dengan demikian langkah mengelola untuk kepentingan masyarakat dapat diatur dengan menata-kelolakan yang baik.

Dengan tata kelola potensi tambang Sulteng yang baik, up to date, presisi potensi dan kandungannya pasti akan meningkatkan derajat kemakmuran masyarakat Sulteng.

Jenderal polisi itu mencontohkan soal Dongi-dongi, Poboya dan Kayuboko serta daerah Parigi Moutong lainnya yang kini marak PETI. Ujungnya adalah penataan. Ia dan aparatnya hanya dapat menertibkan. Setelah itu berulang – ulang sampai kapanpun siapa saja Kapoldanya. Kasus berulang. Walaupun ia akui pihaknya ada oknum oknum yang terlibat di Dongi-dongi, Poboya dan Kayuboko (jatah talang kalau istilah di sana). ‘’Penyelesaian akarnya tidak tuntas. Dan soal akarnya bukan kewenangan polisi,’’ akunya.

Syafril melanjutkan, sebaiknya wakil rakyat sudah bersama – sama pemerintah kembali mengatur tata kelola pertambangan di Sulteng bersama pemerintah kabupaten/kota. Polisi siap menjadi mitra pengamanan dan ketertiban.

Kedua; adalah kesempatan pengelola sumber daya alam oleh masyarakat. Menurut Irjen Syafril, PETI marak karena sebagian warga masyarakat menyaksikan bahwa lahannya memiliki potensi emas, biji besi, nikel dan lainnya. Di depan matanya bahwa hasil dari bumi di sekitarnya dapat merubah kehidupannya. Pasti akan terlibat di dalamnya. Ia tidak mau hanya menonton tanpa menikmati. Maka muncullah PETI dimana mana.

Sayangnya, Irjen Syafril tidak menyentil hasil kajian intelejennya bahwa di belakang PETI bermain para tengkulak atau bandar serta pemodal. Di belakang PETI yang dugaan besar melibatkan rakyat seperti penjualan Sianida ilegal di lokasi lokasi pengolaan material ref Dongi-dongi, Poboya dan Kayuboko serta di sekitar Moutong Kabupaten Parimo.

Ketiga; dampak ikutan berikutnya kata Kapolda Sulteng itu, adanya tumpang tindih lahan perizinan tambang. Baik di Kabupaten Morowali, Morowali Utara, Parigi Moutong dan sebagian Poso, Banggai dan Tojo Unauna. Ekses tumpang tindih lahan kini pihaknya sedang melakukan penyelidikan bahkan penyidikan Ditreskrimsus.

Demikian pula soal rencana akan dikembangkan pertambangan besar di Morowali Utara. Pihaknya menyebut akan ada perusahaan dengan kekuatan 48 tungku pembakar nikel. Padahal IMIP di Morowali hanya memiliki 23 tungku pembakar. Pertanyaanya, apakah ini sudah ditata dengan baik? Ujar Irjen Syafril bertanya di RDP itu.

Pemerintah Sulteng ke depan, lanjutnya akan menghadapi banyak problem pertambangan. Rencana di Morut itu dan situasi saat ini yang masih banjir adalah dua hal yang perlu dipikirkan. Belum lagi konflik lahan akhir akhir ini mulai matak di sana. Pasti dipicu karena akan ada investasi tambang raksasa. Lantas bagaimana tata kelola dilakukan pemda provinsi dan kabupaten di sana. Itu semua menekan PETI.

DILEMA ATAU BENEFIT DILEMA

Irjen Sayfril juga mengurai dilematisnya penegakan hukum di situasi dan kondisi saat ini terkait PETI. Dimana warga menjalani perekonomian yang makin sulit, dampak wabah yang membatasi warga untuk banyak di luar berusaha secara ekonomis dan khususnya wilayah pasca bencana. Penindakan akan dilakukan dengan terukur dan tetap sesuai ketentuan yang berlaku.

Akhir pemikirannya, Syafril yang dikabarkan tidak lama lagi mengakhiri masa tugas sebagai jenderal polisi menawarkan pikiran besarnya soal Sulteng. Yaitu; PETI saat ini yang banyak terlibat adalah rakyat kebanyakan. Selanjutnya pentingnya konsepsi besar terkaiat Tata Kelola Pertambangan Sulteng yang menguntungkan daerah dan memakmurkan masyarakat. ***

Editor: andono wibisono

Berita terkait