PALU – Wasit memiliki peran penting di dalam sebuah pertandingan sepak bola. Tugas mereka bisa dikatakan jauh lebih berat dibandingkan dengan para pemain.
Setidaknya mereka harus memiliki mental yang sangat kuat dalam menjalani tugasnya, terutama di persepakbolaan Indonesia. Karena wasit memegang tanggung jawab penuh selama 90 menit dengan atmosfer suporter yang cukup tinggi.
Tak jarang dari mereka selalu dijadikan sebagai kambing hitam atas kekalahan yang diterima salah satu tim. Kata-kata kasar dari penonton pun sepertinya sudah menjadi makanan sehari-sehari bagi beberapa wasit lokal.
Fenomena ini juga terjadi saat gelaran kompetisi Liga 3 Rayon Sulteng 20 Oktober hingga 18 November 2021 di Stadion Gawalise Palu.
Kerap terjadi wasit dianggap melakukan keputusan-keputsan yang salah. Hal itulah yang akhirnya memunculkan anggapan bahwa sang pengadil lapangan menguntungkan salah satu tim.
Baca juga:
Akan tetapi atas kecintaan terhadap sepak bola, suara sumbang tersebut sepertinya tidak menghalangi sejumlah orang untuk mengambil profesi sebagai wasit. Karena tak bisa menjadi pesepakbola profesional, sebagian besar dari mereka lebih memilih banting stir menjadi wasit.
Hal itu yang dirasakan oleh salah satu wasit Liga 3 Sulteng yang memiliki lisensi C2, yakni Mu Ikram. Wasit yang Januari tahun depan berusia 47 tahun tersebut mengaku memilih jadi pengadil lapangan karena karirnya sebagai pemain sepak bola berakhir akibat cedera.
“Karena mengalami cedera, makanya banting stir menjadi wasit. Yang kedua, saya ingin diri ini merasakan apa yang pernah saya perbuat pada wasit yakni melontarkan kata-kata tidak baik,” ujar Ikram yang pertama kali ikut kursus C3 pada 2011.
Ingin menghukum diri sendiri, aku Ikram, menjadi motivasi tersendiri memilih karir di dunia perwasitan.
“Dan pada saat menjadi wasit saya dapatkan cacian makian sama dengan yang saya buat di saat masih pemain bola. Maka dari itulah saya menjustis diri saya semua adalah hukum karma,” akunya.
Terlepas dari semua, pihaknya sangat terkesan bisa bertugas dalam laga terakhir Persipal dan Palu Putra. Ketiga pengadil di lapangan seluruhnya dari kabupaten.
“Dan yang berkesan adalah suatu kebanggaan dapat menjadi wasit di kanca nasional yaitu liga 3. Apalagi hari terakhir pertandingan antara Persipal dengan Palu Putra menjadikan sebuah tantangan bagi kami wasit dari Touna,” ujarnya.
Untuk menjadi wasit di kompetisi Indonesia, tidak mudah. Mereka mesti melewati serangkaian proses yang panjang untuk mendapatkan lisensi memimpin sebuah pertandingan pada level teratas.
Lalu bagiamana cara untuk bisa menjadi wasit profesional di persepakbolaan Indonesia?
Proses Menjadi Wasit Profesional