Arab Saudi Jadi Biang Kerok Dibalik Krisis Credit Suisse

  • Whatsapp
Foto: AFP/FABRICE COFFRINI
banner 728x90

Jakarta,- Efek domino krisis keuangan perbankan regional AS yang dipicu oleh kegagalan Silicon Valley Bank (SVB) telah mencapai daratan Eropa. Bank raksasa Credit Suisse menjadi calon korban pertama dengan saham perusahaan diperdagangkan anjlok setelah pernyataan negatif pemilik dari saham terbesar, Saudi National Bank (SNB).

SNB sendiri mayoritas sahamnya (37,24%) dimiliki oleh dana abadi Arab Saudi (Public Investment Fund/PIF). Sementara kepemilikan saham Credit Suisse oleh SNB mencapai 9,88%.

Bos Saudi National Bank, mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg TV bahwa bank milik rakyat Saudi tersebut tidak mempertimbangkan untuk menambah investasinya ke Credit Suisse, khususnya apabila bank Eropa tersebut memutuskan menggalang dana dari para investor.

Komentar itu membuat khawatir para investor. Pemegang saham Credit Suisse telah menyiratkan ketakutan selama berbulan-bulan akan kemampuan bank tersebut untuk menghasilkan uang dan khawatir bahwa mereka mungkin harus meminta dana dari pemegang saham lagi.

Hal tersebut berpotensi menjadi jauh lebih sulit jika pemegang saham terbesar bank mengatakan tidak akan mengambil bagian dalam penggalangan dana lebih lanjut.

Pimpinan Credit Suisse Axel Lehmann mengatakan pada hari Rabu di sebuah konferensi di Arab Saudi bahwa modal dan neraca bank saat ini masih kuat. Dia juga optimis dan mengatakan prospek bantuan pemerintah bukan topik yang perlu dibicarakan.

Sebelumnya, pada hari Selasa (14/6) bank Swiss tersebut juga tiba-tiba memberikan pengumuman janggal yang membuat banyak investor bertanya-tanya. Manajemen Kredit Suisse mengatakan menemukan kelemahan material dalam pelaporan keuangannya. Sementara kesalahan tidak mengubah hasil keuangan perusahaan, hal tersebut menjadi bensin baru bagi kekhawatiran investor tentang kemampuan bank untuk menghindari masalah.

Credit Suisse adalah bank terbesar kedua di Swiss setelah UBS Group AG dan merupakan pemain utama di pasar keuangan internasional dengan operasi di seluruh Eropa dan Asia serta bisnis AS yang substansial. Bank tersebut memiliki aset sekitar US$ 580 miliar (Rp 8.700 triliun) pada akhir tahun 2022, lebih dari dua kali ukuran Silicon Valley Bank, yang bangkrut minggu lalu.

Credit Suisse dalam lima kuartal terakhir selalu mencatatkan kinerja keuangan negatif. Paling parah terjadi di kuartal ketiga 2022, di mana dalam tiga tahun dari Juli hingga September kerugian yang dialami perusahaan mencapai US$ 4,18 miliar (Rp 63 triliun). Mengutip data Refinitiv, kerugian Credit Suisse tahun 2022 lalu mencapai US$ 7,66 miliar (Rp 115 triliun). ***

Editor/Sumber: Riki/CNBC Indonesia

Berita terkait