Jakarta,- Indonesia Emas 2045 merupakan cita-cita yang diharapkan bangsa kita, namun kita dihadapkan pada dua skenario pertumbuhan ekonomi yang telah dihitung oleh Kementrian PPN/Bappenas.
Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 6% per tahun, maka negara Indonesia dapat diprediksi akan mencapai negara maju pada tahun 2041.
Sedangkan kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia 7% per tahun, maka Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju pada tahun 2038.
Standar “negara maju” yang kita gunakan adalahn pendapatan GNI per kapita di atas $13,845 berdasarkan standar World Bank pada tahun 2022.
Namun, yang jadi permasalahan adalah, mampukah ekonomi Indonesia bisa tumbuh semaksimal itu secara konsisten. Saat ini, tampaknya negara kita terjebak pada pertumbuhan ekonomi sekitar 5%. Bahkan jika melihat angka pertumbuhan potensial, kita berada dibawah 5%, menunjukan bahwa penggerak ekonomi kita sudah beroperasi di atas kemampuannya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini adalah fenomena “premature deindustrialisation” yang dimana peran sektor manufaktur dalam ekonomi kita menurun sebelum mencapai puncaknya. Sedangkan sektor ini sering menjadi tangga bagi negara-negara untuk keluar dari jebakan kelas menengah, seperti yang dialami Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.
Yang lebih dikhawatirkan adalah, Produktivitas sektor pertanian yang menjadi sandaran hidup banyak orang Indonesia mengalami penurunan yang signifikan.
Dalam kondisi ini, masalah NEET (Not in Education, Employment, or Training) perlu mendapat perhatian karena dalam data BPS tahun 2020 menunjukan bahwa 16,4% dari pemuda Indonesia berstatus NEET.
Fenomena ‘Not in Employment, Education, or Training’ (NEET) (yang berarti penduduk usia muda dengan rentang usia 15-24 tahun yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan), di kalangan Generasi Z di Indonesia semakin meningkat.
Menurut Peneliti Psikologi Sosial, Wawan Kurniawan, kondisi ini dipengaruhi faktor ekonomi, sosial, dan terbatasnya akses pendidikan serta pekerjaan. “Salah satu penyebab utama adalah tingginya biaya pendidikan yang terus naik setiap tahunnya,” ucapnya dalam wawancara bersama Pro 3 RRI, Minggu (16/2/2025).