Banyak anak muda kesulitan melanjutkan pendidikan tinggi, ditambah dengan pesimisme bahwa kuliah tidak menjamin pekerjaan. Menurutnya, banyak yang enggan mengikuti pelatihan keterampilan meskipun tersedia secara gratis. Hal ini dikarenakan minimnya informasi dan akses, terutama di daerah terpencil seperti Papua Tengah dan Maluku.
Lebih lanjut, kata dia, Generasi Z juga menghadapi stereotip negatif sebagai tenaga kerja yang kurang tangguh. Akibatnya, mereka kerap mengalami diskriminasi dalam proses rekrutmen meskipun memiliki potensi besar.
Wawan menegaskan, stigma ini tidak sepenuhnya benar. “Setiap generasi punya tantangannya sendiri, dan Generasi Z menghadapi situasi yang lebih sulit dibanding generasi sebelumnya,” katanya menjelaskan.
Masalah ini berpotensi memicu peningkatan angka pengangguran dan ketergantungan pada bantuan sosial. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat memperburuk situasi ekonomi dan sosial di Indonesia.
Wawan menekankan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah serius dalam memperbaiki akses pendidikan dan pekerjaan. Tanpa kebijakan yang konkret, target Indonesia Emas 2045 bisa terancam. (Lulu Kartika)
Sumber: rri.co.id