EDITORIAL REDAKSI
RANCANGAN Undang Undang Perampasan Aset, pelaku korupsi ternyata bukan era Prabowo Subianto. Ternyata sejak zaman Presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden ke 7 Joko Widodo.
Mengapa tersendat, atau tersedak (sesuatu yang masuk ke mulut kembali keluar) RUU Perampasan Aset itu. Kata Mahfud MD, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri setuju dibahas. Dengan catatan, perbaiki dulu penegak hukum. Utamanya polisi dan jaksa.
Mengapa seolah presiden kehilangan hak regulatifnya ketika berhadapan dengan RUU Perampasan Aset. Menurut Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra dalam konstitusi sangat jelas kewenangan Presiden lebih banyak dari pada parlemen terkait dengan hak regulasi.
‘’Dim DPR mesti berhadapan dengan Dim pemerintah saat membahas rancangan undang undang. Begitu teks konstitusinya. Yang membuat lama semua fraksi harus bicara berhadapan dengan eksekutif. Padahal tidak begitu,’’ kata Saldi sebuah forum di gedung MPR RI akhir Agustus 2025.
RUU Perampasan Aset seolah mengonfirmasi pada rakyat lemahnya daya tawar presiden. Termasuk SBY, Jokowi dan mudah – mudahan bukan juga Prabowo Subianto dengan kepentingan maha dahsyat ke ruang ruang politik dengan mempengaruhi proses proses produksi regulasi di DPR RI. Karena menurut Mas Bambang Pacul, kore korea tergantung bos – bosnya di luar senayan.
Indonesia adalah negara gotong royong. Semua mesti dikerjakan bersama. Dan bersama – sama. Kita sudah menyaksikan kerugian akibat rakyat mengamuk atas akumulasi situasi dan kondisi yang antagonistik. Bahkan, teori Prabowonomic yang fishing time hemat redaksi tak mampu meredam gejolak dua hari ‘Agustus Kelabu Indonesia’ 10 bulan dirinya menjadi kepala negara. Bukan hanya presiden. Terlepas apapun di balik fakta. Peristiwanya jelas 117 titik anarkistik terjadi di 32 provinsi, seperti kata Mendagri Tito Karnavian ketika zoom meeting dengan kepala daerah. ***