MENINDAK lanjuti laporan kuasa hukum keluarga almarhun Sutrisno, Ahmar, maka Komisi Perlindungan Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Sulteng menyatakan, akan mengawal kasus kematian salah seorang warga Desa Bodi Kecamatan Biromaru itu, yang berstatus sebagai tahanan Polres Sigi.
Dari penuturan kuasa Hukum keluarga almarhum, dikantor Komnas HAM perwakilan Sulteng, Selasa (28/2), Sutrisno (35) meningga dunia saat dibekuk oleh tim yang dibentuk Polres sigi. Diketahui, diketahu Sutrisno merupakan tahanan yang melarikan dari Polres sigi pada kamis 23 Februari pekan lalu. Kala itu, Sutrisno ditetapkan pihak Polres sigi sebagai DPO.
Ahmar, mengatakan, Sutrisno dibekuk aparat Polres Sigi di kediaman orang tuanya pada Minggu (26/2) di Desa Lolu Kecamatan Biromaru dalam keadaan sehat walafiat. Usai dibekuk, Sutrisno lalu kemudian di diangkut menggunakan mobil oleh tim Polres Sigi.
Ironisnya papar dia, setelah berselang beberapa jam kemudian, keluarga almarhum dikejutkan dengan informasi dari orang lain bahwa Sutrisno telah meninggal dunia, dan jasatnya berada di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Palu. Mendengar informasi itu, lanjut Ahmar, keluarga mendatangi RS Bhayangkara memastikan, dan ternyata benar Sutrisno sudah berada di kamar mayat.
Keluarga almarhum melalui kuasa hukumnya, bahwa Sutrisno alias Ido meninggal secara tak wajar, diduga dianiaya oleh oknum anggota Polres Sigi.
“Saat korban ditangkap (Sutrisno) di Kediaman orang tuanya dalam kondisi baik-baik, namun setelah berselang berapa jam Sutrisno dikabarkan telah meninggal dunia. Ada apai ini? Saat ditangkap kondisi korban masih sehat, kenapa bisa meninggal dunia? Dugaan kami bahwa Sutrisno dinaiayah, sebab sekujur tubuh korban ditemukan banyak luka lebam, bahkan, kepala korbanpun bocor, paha korban patah, dan seperti ada luka tembak dibagian kaki,” tutur Ahmar menjelaskan.
Menanggapi itu, Ketua Komnas HAM Sulteng, Dedy Askari menyatakan, pihaknya akan tersus mengawal kasus tersebut. Dan saat ini Komnas HAM Sulteng melakukan penelusuran atau penyelidikan terkait kematian Sutrisno.
Dedy menjelaskan, kematian Sutrisno patut dipertanyakan. Menurutnya, aparat Kepolisian yang harusnya memberi perlindungan dan pengayom masyarakat tidak melakukan tindakan yang gegabah. Meskipun Korban adalah tahanan lanjut Dedy, harusnya pihak Polres Sigi memberikan jaminan dan tidak sampai menghilangkan nyawa seseorang.
Olehnya, Dedy menegaskan, agar Kapolda Sulteng menindak lanjuti dan melakukan evaluasi terhadap aparat kepolisian Polres Sigi. Bahkan Dedy juga menyindir, Kapolda jangan hanya mengurus perasoalan teroris, tetapi juga patut mengurus anggota yang melakukan tindakan menghilangkan nyawa manusia.
“Kapolda harus menindak lanjuti, jangan hanya urus teroris terus, urus juga anggota yang melakukan tindak kekerasan yang sampai mengilang nyawa seseorang,” tegasnya dihadapan sejumlah awak media.
Sementara, Komisioner Pemantauan Komnas HAM pusat, Sandra Moniaga yang juga hadir di Kantor Komnas HAM Perwakilan Sulteng menyangkan tindakan dilakukan aparat penegak hukum dalam hal ini Polres Sigi, hingga menghilangkan nyawa seseorang tentunya merupakan tidakan melanggar HAM.
“Mestinya penegak hukum tak mengambil langkah dengancara kekerasan, sekalipun korban berstatus tahanan. Saya juga mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya Sutrisno,” ujar Sandra.
Terlepas dari Komnas HAM, anehnya saat sejumlah awak media coba melakukan konfirmasi ke pada pihak RS Bhayangkara Palu, terkait siap yang mengantar jenazan Sutrisno ke RS tersebut saat kejadian itu, malah pihak RS Bhayangkara menyatakan tak tahu. Saat awak media berusaha menemui otoritas RS, upaya itu tidak berhasil sebab Kepala Rumah Sakit (Krumkit) Bhayangkara sedang berada diluar Kota.
Seolah pihak RS Bhayangkara menyembunyikan hal tersebut, bahkan, salah seorang petugas medis yang menerima jenazah Sutrisno saat itu tak mau memberikan keterangan.
“Aduh pak, mengenai jenazah yang berhak memberikan keterangan resmi itu Kepala Rumah Sakit, saya belum bisa memberikan keterangan,” kata petugas medis itu. Setelah upaya konfirmasi dilakukan ke Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto akhirnya memberikan keterangan resmi terkait tewasnya Sutrisno tahanan Polres Sigi. Hari mengatakan, sebelumnya, tahanan kabur dari sel Polres berjumlah empat orang. Sutrisno beber dia, merupakan pengagas upaya melirakn diri, bersama tiga rekanya yang bernama legian, Eping dan Iksan.
Dalam waktu satu kali 24 jam, 12 jam kemudian tepatnya hari Jum’at (25/2) Legian berhasil di bekuk di desa Petimbe Kecamatan Palolo. Setelah itu, pada hari Sabutu dan minggu pekan kemari hapir bersamaan dua tahanan kabur berhasil diamankan yakni Eping dan Trisno.
“khusus Sutrisno, oleh petugas dengan berbagai proses, pada hari Minggu pekan kemarin sekitar siang pukul 14.00 Wita di bawa Polres Sigi. Sementara keterangan awal, Sutrisno ini adalah penggagas melarikan diri, kemudian yang kedua keahliannya membuka gembok sel. Mendekati magrib, Sutrisno berupa melarikan diri lagi, dan petugas piket melihat upaya Sutrisno melarikan diri lagi,” tuturnya.
“Proses melarikan diri itu ketahuan salah satu anggota Polisi yang sedang piket. Melihat Sutrisno keluar dari ruangan sel, anggota Polisi itu langsung menangkap kakinya, terjadilah duel anatar Sutrisno dan salah satu anggota Polisi. Kemudian anggota Polisi itu berteriak memanggil rekannya dan lalu melumpuhkan Sutrisno. Sementara anggota yang berduel terluka dibagian tangan. Nah, setelah dilumpuhkan, Sutrisno lalu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, namun ditegah perjalanan Sutrisno meningal dunia, anggota polisi yang terluka itu langsung ditangani di UGD RS Bhayangkara,” tambah, Hari, menjelaskan.
Dirinya mengaku, benar bahwa yang mengantar jenazah Sutrisno ke RS Bhayangkara adalah anggota Polres Sigi. Meski begitu, kata Hari, pihaknya juga akan melakukan upaya pendalaman kasusu tersebut yang mengakibatkan tewasnya seorang tahanan. Jika dalam prosesnya ditemukan ada kesalahan, prosedur makan Polda Sulteng meberikan sanksi kepada oknum Polri sesuai aturan yang berlaku.***
Reporter/Editor: Moh. Ridwan