Usut Otak Intelektualnya !

  • Whatsapp
banner 728x90
 Babuk CCTV, Saksi dan Korban Sudah di-BAP
 

KASUS Premanisme–pengeroyokan wartawan hingga melukai korban
jelas jelas telah melanggar pasal 170 UU KUHP dengan ancaman tujuh tahun. Olehnya, aparat kepolisian Palu didesak untuk bertindak cepat, transparan dan memenuhi rasa keadilan.

‘’Utamanya usut otak intelektualnya yang mencoba membungkam kekebasan dan upaya menyampaikan informasi ke publik. Ini malapetaka, ketika Presiden Joko Widodo berharap negara ini harus menegakkan supremasi hukum,’’ tandas Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Gerakan
Pemuda Anshor, Nizar Rahmatu ke wartawan Kamis (24/05) kemarin. Ia sangat prihatin ketika seluruh media cetak dan online memblow up kasus tindak pidana yang memalukan tersebut.

 

‘’Ada apa ini. Kok jadi brutal, radikal dan tidak beradab begitu. Usut ! Jangan takut kami akan mengawal ini dan menyampaikan pada para petinggi Polri,’’ ujarnya geram. Ia berasumsi tidak ada asap tanpa api. Pemberitaan yang menjadi motif berarti ada pihak-pihak yang merasa terganggu dengan kritik dan pemberitaan. ‘’Kalau tidak benar ada salurannya dalam kaidah dan norma. Mana keadaban dan keberadatan kita sebagai bangsa,’’ tuturnya berapi-api.

Hal senada juga ditegaskan kader PDI-P Sulteng, Ashar Yahya SE kepada Kaili Post. ‘’Kami prihatin. Laporkan dan tegakkan hukum. Karena hukum adalah panglima. Kalau pendekatan premanisme setiap menyikapi sebuah kritik pemberitaan, sebaiknya tidak usah menjadi pejabat publik. Banyak pemimpin dikritik oleh media saat ini tapi semua ada salurannya. Bukan main gebuk dan tendang. Ini salah. Itu tindakan preman dan bila ada pejabat terlibat, sebaiknya polisi tangkap saja. Tunggu apa, kan ada saksi, ada korban dan ada CCTV. Menunggu apalagi,’’ terangnya berapi-api.

Di tempat terpisah, Sekretaris DPD Partai Demokrat Sulteng, M Ata Radjak mengutuk tindakan main hakim sendiri dan brutal pada dunia Pers. Ia yang juga komunitas warung kopi bahkan mengecam agar kiranya para terduga pengeroyok wartawan dapat kembali melakukan aksi brutalnya.

‘’Saya mengajak mereka untuk datang lagi. Kita ketemu lagi saja. Marilah jangan main keroyok tidak baik didengar sebagai kaum laki-laki,’’ tandasnya dengan wajah geram. Demokrat menyiapkan diri bersama-sama Pers untuk menegakkan aturan hukum. ‘’Kita akan meluangkan waktu menemui Bapak Kapolda usut tuntas. Siapa saja di belakangnya tangkap,’’ ujarnya.

Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu pun mengutuk tindakan premanisme pada jurnalis. Mereka mendesak agar aparat kepolisian dapat menuntaskan kasus-kasus kekerasan pada jurnalis. Membungkam jurnalis dengan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan sebaliknya, ujar Ketua AJI Moh Ikbal ke redaksi Kaili Post dan memposting di media sosial (23/05).

Sementara itu, ratusan ucapan simpati dan berduka memenuhi surat elektronik redaksi. Baik yang berasal dari Palu, Sigi, Donggala, Poso, dan Banggai kepulauan serta dari Jakarta dan daerah lainnya. Umumnya, meminta kasus itu tidak menyurutkan nilai kritis dan selalu profesional dengan mengklarifikasi setiap informasi. ‘’Kami siap untuk menjadi
pengacara korban saudara Pimpinan Redaksi Kaili Post. kami siap mendampingi agar kasus ini tidak terulang lagi,’’ ujar Udin.

Sebelumnya, usai kejadian  Gubernur Longki Djanggola pada pesan WhatsApp (WA) meminta kasus pengeroyokan atas diri jurnalis tidak dapat ditolelir. ‘’Saya prihatin. Usut tuntas.’’ Demikian bunyi pesan singkat elektroniknya. Sebelumnya, hal yang sama ditegaskan Kapolresta Palu AKBP Pol Christ Pusung lewat pesan singkat elektronik. ‘’Segera laporkan ke polisi dan kalau ada saksi saksi sebaiknya diikutisertakan ya.’’ Tandas Kapolres.

Sementara, Pimpinan Managemen Trimedia Grup, Tri Putra Toana dari Balikpapan, Kalimantan Timur menyesalkan tindakan itu. Ia meminta Kapolda dan jajarannya mengusut dan menuntaskan cara-cara jahiliyah yang digunakan oknum pejabat menyerang dan mengancam kehormatan
profesi wartawan.

‘’Apa yang diandalkan? Jabatan. Silahkan akan ada seribu tulisan tulisan yang sama akan menjadi kritik. Saya menyesalkan kejadian itu. Saya minta Bapak Kapolda dan jajarannya mengusut tuntas laporan premanisme jurnalis,’’ ujar anggota Dewan Penasehat SPSI Indonesia itu. Ia meminta agar persatuan dan organisasi wartawan segera menyatukan sikap agar kasus-kasus premanisme itu dilawan.

Seperti diketahui, kekerasan pada jurnalis di Sulteng belum pernah usai. Kembali kemarin, atas nama motif pemberitaan ‘pejabat’ (pelaku pengeroyok) melakukan tindak pengeroyokan pada Pimpinan Redaksi harian Kaili Post, Andono Wibisono babak belur dikeroyok sekitar empat mobil yang ditumpanginya. ‘’Ada empat mobil yang parkir sesuai CCTV,’’ ujar pihak kepolisian.

Setelah di BAP selama kurang lebih dua jam di ruang Unit 3 Kriminal Umum Polres Palu, Andono Wibisono memberikan keterangan kepada
sejumlah jurnalis yang menunggu di pelataran ruang Reskrim Polres Palu. Berikut keterangan Andono, ‘’Sekitar jam empat saya datang ke warung kopi, usai memesan kopi tiba-tiba datang laki-laki yang menurut keterangan teman-teman di warung kopi itu, pelaku namanya Andi Wulur. Dia minta saya bicara di luar warkop. Tapi saya katakan kita bicara di sini saja. Tapi karena dia tamba tarik baju saya, saya berdiri. Ketika dia pukul, saya tangkis saat itu tiba-tiba sekitar 10 sampai 12 orang langsung mengeroyok. Saya sudah lapor ke Polres Palu karena ini jelas upaya intimidasi pada kawan-kawan jurnalis. Tidak bisa kita biarkan ini adalah intimidasi nyata. Kalau pun pemberitaan teman-teman itu perlu diklarifikasi, ya harus diselesaikan dengan klarifikasi bukan dengan tindakan premanisme. Yang jelas ini adalah lawan kita semua, terutama Pers yang ingin bekerja mandiri dan profesional.”

“Saat  mereka mengeroyok itu saya ada dengar kata-kata jangan beritakan Bupati Sigi. Setahu saya koran saya tidak pernah memberitakan Bupati Sigi, yang diberitakan itu pekerjaan di dinas pekerjaan umum Kabupaten Sigi yang sekarang diperiksa Kejaksaan Tinggi, itu yang diberitakan. Tapi karena itu (pengeroyokan) saya mengindikasikan ini ada apa membawa-bawa nama pejabat.”

Andono di BAP sejak pukul 18.45 dan baru menemui para jurnalis 20.35 Wita Dari pengamatan para jurnalis, selain Andono, salah satu pengunjung Warkop juga berada di dalam ruang penyidik diambil kesaksiannya. belumnya Pemred dan pemilik koran tiga bahasa Palu dikeroyok sejumlah orang di salah satu warung kopi yang ada di Kota Palu. Kejadian ini kemudian dilaporkan pada aparat Polres Palu. Peristiwa pemukulan yang menimpa Andono Wibisono terjadi sebelum waktu sholat Ashar, Selasa (23/5/2017). Andono yang tengah menikmati kopi tiba-tiba didatangi
sejumlah orang yang turun dari beberapa mobil dan langsung memukul ke arah muka.

“Saya lari ke arah dapur, ada pisau roti di situ yang saya pake membela diri. Karena lihat saya pegang pisau mereka kemudian bubar. Ada beberapa pegawai negeri dan pejabat dikerumunan pengeroyok menurut
pengunjung Warkop,” kata Andono di RS Bhayangkara usai di visum. Andono memang melaporkan kejadian tersebut ke SKPT Polres Palu dan disarankan melakukan visum di RS bhayangkara Palu. Andono memperkirakan penyebab pengeroyokan akibat pemberitaan di media cetak yang dipimpinnya. Keterangan Andono kepada petugas
menerima pengaduannya bahkan menyebutkan nama salah satu pelaku yang dikenalnya. Pengaduan Andono diterima unit 3 kriminal umum Polres Palu pukul 18.45 Wita. **

 

reporter: ramdan otoluwa

Berita terkait