IBU KOTA Jakarta menangis, sebuah luka lara mengoyak geriapnya lalu lalang malam. Dua bom bunuh diri menghentak kesadaran kita, bahwa puisi yang dibacakan Panglima TNI Jenderal GATOT NURMANTYO disela rakernas Partai Golkar yang berjudul BUKAN KAMI PUNYA, dibalikpapan Kalimantan Timur, adalah sinyal sang jenderal akan nasib kelam bangsa yang tengah berjalan.
Naluri keprajuritan sang jenderal terganggu akan nasib bangsa yang tengah mengalami disorientasi nasionalisme dan kebangsaan. ‘’Jika jiwa nasionalisme kita lemah maka nasib bangsa ini seperti suku aborigin di Australia yang kehilangan entitasnya, seperti suku Indian yang punah ditanah mereka benua amerika, atau seperti suku bangsa melayu di singapura yang menjadi waga negara kelas dua “.
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY ), juga menuliskan sebuah pesan terhadap kondisi bangsa ini melalui medsos yang berjudul ” Ujian Kebangsaan Dan Nasionalisme Kita” AHY merasa gelisah dengan polarisasi yang terjadi dalam diri anak bangsa.
“Kita hidup dalam polarisasi yang menggerus nilai kebangsaan dan nasionalisme kita. Kelompok yang satu merasa benar dengan tafsir dan nilai yang dilakukannya, demikian juga kelompok lainnya merasa benar dengan pilihannya. Pancasila, bhineneka tunggal ika dan NKRI ditafsirkan secara kelompok, dan.ini sangat berbahaya.”
Yah! bangsa ini lagi sakit, bangsa ini tengah berjalan menghadapi trauma sejarah kelam masa lalunya. Tragedi memilukan Mei 1998 yang telah memporak-porandakan ekonomi bangsa, telah menghancurkan nilai nilai keadaban kita sebagai bangsa yang besar dan beradab.
“Kekacauan demi kekacauan yang terjadi saat ini, karena ketidakadilan, sebab hukum menjadi tumpul dan politik menjadi panglima, jurang kemiskinan yang menganga, yang kaya semakin jumawa menindas yang miskin, adalah menjadi pintu masuk bagi intervensi negara asing terhadap kedaulatan bangsa kita’’
Paradoksal kejadian demi kejadian seperti menuntun bangsa kita meminggalkan entitas kebangsaan, dan kita menjadi bangsa bar-bar, bangsa yang kehilangan keramahan, bangsa yang suka keributan dan gemar kekerasan.
Kemarin, kawan saya pemimpin redaksi harian KAILI POST, Ando Azzura Wibisono dianiaya sekelompok “gerombolan ” yang konon atas suruhan sang pejabat terhormat yang terganggu karena pemberitaan. “Jika pejabat sudah tak suka kritik, trus bagaimana rakyatnya? Sudah dibayangkan rakyatnya hanya akan bisa diam dalam ketakutan. Demokrasi akan mati. Karena Demokrasi kehilangan makna. Demokrasi bukan lagi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat “.
Cukup sudah kekerasan, intimidasi, radikalisme, dan terorisme terjadi dan terus terjadi berulangkali di negeri ini. Cukup sudah kita menyaksikan tubuh yang mati sia-sia dari anak bangsa sendiri. Kita telah sesak dengan bau amis darah dimana mana.
Hentikan sudah, jakarta dari semalam berkabung. Di jantung negeri ini, di ibu kota negara ini, mereka ( manusia manusia intoleran, anti pancasila, anti NKRI ) telah mencabik cabik kehormatan kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Memang ini ujian bagi kita, Bangsa Indonesia. Save NKRI. Saatnya kita Bersatu, Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa yaitu Indonesia.#SALAM NKRI.
Oleh: ATA RADJAK.