Siapa Itu Standard Chartered & 81 WNI?

  • Whatsapp
banner 728x90
Kasus Mega Transfer Rp19 T

OTORITAS Moneter Singapura (MAS) menginvestigasi Standard Chartered terkait transfer dana sebesar 1,4 miliar dollar AS atau Rp 19 triliun dari Guernsey, Inggris ke Singapura.Transfer ini dilakukan oleh klien dari Indonesia.

Mengutip media Singapura The Straits Times, Selasa (10/10/2017), transfer dana tersebut dilakukan sebelum aturan transparansi pajak diperkenalkan. MAS menyatakan, pihaknya merespon transfer dana tersebut secara serius. “MAS memandang serius transfer antara kantor Standard Chartered Bank di Guernsey dan Singapura,” kata MAS kepada The Straits Times.

Aset milik sejumlah klien asal Indonesia tersebut sebelumnya disimpan di unit trust Standard Chartered di Guernsey. Kemudian, aset berupa dana tersebut dipindahkan ke Singapura pada akhir tahun 2015 silam. Regulator di Asia dan Eropa dilaporkan menginvestigasi Standard Chartered. Pasalnya, peran staf diduga bermain dalam kasus tersebut.

Transfer dana itu dilakukan sebelum Guernsey mengadopsi Common Reporting Standard mulai awal tahun 2016 lalu dan kemudian Standard Chartered menutup kantornya di sana pada akhir 2016. Sebelumnya, Guernsey dikenal sebagai wilayah berpajak rendah dan merupakan pusat keuangan offshore.

“MAS akan mengambil tindakan tegas terhadap institusi keuangan maupun individu yang ditemukan melanggar aturan mengenai anti pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kata MAS. MAS menyatakan, saat ini upaya pengawasan dan pemeriksaan masih terus berlanjut. Sehingga, MAS tidak bisa memberikan informasi lebih rinci terkait kasus itu.

Menurut juru bicara MAS, lembaga keuangan diwajibkan melakukan asesmen dan memahami risiko terkait nasabah mereka. Selain itu, lembaga keuangan juga harus mengetahui identitas nasabah, informasi mengenai sumber dana dan sumber kekayaan, serta memonitor transaksi nasabah dan melakukan tinjauan terhadap akun secara rutin.

“Singapura tidak akan mentoleransi penyalahgunaan sistem keuangan sebagai sarana perlindungan dan saluran untuk dana yang dihindarkan dari pajak,” kata juru bicara MAS. Transfer dana sebesar 1,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19 triliun yang diakukan oleh 81 nasabah warga negara Indonesia (WNI) membuat heboh otoritas Eropa dan Asia.

Kini alasan di balik pemindahan dana besar dari Guernsey Inggris ke Singapura pada akhir 2015 itu mulai terungkap setelah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak buka suara.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiaseteadi mengatakan, pengalihan dana besar itu dilatarbelakangi akan adanya program pengampunan pajak atau tax amnesty di Indonesia. “Kalau menarik dana dari bank kan pasti ditanya untuk apa, ada yang jawab memang dipindahkan ke Singapura untuk ikut tax amnesty,” ujarnya dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (9/10/2017).

Sejak 2015, rencana program tax amnesty memang sudah kuat berhembus. Namun pelaksanaannya baru dilakukan pada Juli 2016 setelah UU 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak disahkan DPR. Berdasarkan laporan hasil analisis Pusat pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang diterima Ditjen Pajak, ada 81 nasabah WNI yang terlibat dengan mega transfer tersebut.

Dari hasil analisa itu pula tutur Ken, terungkap bahwa pemindahan dana itu dilakukan karena 81 WNI ketakutan otoritas pajak Inggris akan melaporkan data nasabah WNI kepada Ditjen Pajak. Sementara Singapura sendiri merupakan negara yang dikenal lebih kuat dalam menutup kerahasiaan nasabah perbankan. Di sisi lain, tarif pajak di Negeri Jiran itu juga dinilai lebih rendah dibandingkan Inggris.

Tidak heran bila sebagian deklarasi harta luar negeri program tax amnesty didominasi oleh harta yang berada di Singapura. Tercatat ada Rp 741,59 triliun atau 68,9 persen dari total deklarasi harta luar negeri mengendap di Negeri Jiran itu. Soal potensi, studi Mckinsey mengungkapkan terdapat 250 miliar dollar AS atau Rp 3.250 triliun kekayaan konglomerat Indonesia di luar negeri.

Dari angka itu, sekitar Rp 2.600 triliun yang disimpan di Singapura yang berupa deposito, modal, dan fixed income. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sudah mengantongi 81 nama warga negara Indonesia (WNI) yang terkait dengan transfer Rp 19 triliun melalui Standard Chartered Plc (Stanchart).

Otoritas pajak Indonesia itu juga memastikan, 81 nama tersebut sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Artinya memenuhi syarat untuk membayar pajak. “Tatapi kami masih periksa mendalam (kepatuhan pembayaran pajaknya),” ujar Dirjen Pajak Ken Dwijugiaseteadi dalam konferensi pers, Senin (9/10/2017) malam.

Ditjen Pajak sudah mengetahui adanya pengalihan dana dari Guernsey Inggris ke Singapura pada akhir 2015 itu setelah mendapatkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) beberapa bulan lalu. Pemeriksaan 81 nama itu sudah diakukan sejak dua bulan lalu dan ditargetkan rampung pada akhir Oktober 2017.

Saat ini, Ditjen Pajak sudah memasuki pemeriksaan mendalam seperti mengecek apakah dana yang dialihkan sudah dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak atau belum.

Sementara 62 dari 81 WNI dipastikan sudah ikut tax amnesty. Namun data mereka juga ikut diperiksa apakah semua hartanya dilaporkan ke dalam Surat Pelaporan Harta (SPH) tax amnesty atau tidak. Bila terbukti dana itu tidak dilaporkan di SPT dan dideklarasikan di SPH saat tax amnesty, maka nasabah akan dikenai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2017 dan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

Di dalam PP 36 Tahun 2017, pemerintah mengenakan pajak penghasilan (PPh) final untuk harta yang dianggap sebagai tambahan penghasilan tersebut. Tarif PPh finalnya yaitu 12,5 persen untuk wajib pajak tertentu, 25 persen untuk wajib pajak badan, dan 30 persen untuk wajib pajak orang pribadi. Tak hanya itu, nasabah juga akan terkena sanksi administrasi perpajakan sebesar 200 persen dari total pajak penghasilan atas harta tersebut seusai amanat Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.**

 

Sumber: kompas.com

Berita terkait