GURU TUA Pernah Diboikot Jepang

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter: Firmansyah

HAUL Guru Tua merupakan refleksi dari perjalanan salah
seorang tokoh penyebar agama Islam dan juga pendiri organisasi agama yang
pernah ada di tanah Kaili. Bertempat di halaman lembaga institusi agama tertua
di Indonesia tersebut, ribuan jamah dari berbagai pelosok bumi Tadulako, serta
provinsi lainya tumpah ruah menghadiri Haul ke 50 tahun Habib Idrus bin Salim
Al Jufrie, atau lebih dikenal dengan sebutan Guru Tua. Tidak terkecuali pejabat
negara juga menghadiri hajatan di hari Sabtu (30/6/2028).

Antara lain adalah Kapolri Jendral Polisi
Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Cahyanto, Gubernur Sulteng Longky
Djanggola, perwakilan dari Hadramaut negara Yaman. Ketua Umum Alkhairat Palu,
Habib Sayyid Asegaf bin Salim bin Idrus Al Jufrie dalam sambutanya menjelaskan
bahwa Alkhairat selama tiga tahun pernah ditutup. Karena  dalam sidak mendadak oleh tentara Jepang,
diketahui Guru Tua mengajarkan  semangat
patriotisme bela negara, cinta tanah air 
kepada semua muridnya. Namun hal itu tidak menyurutkan niatnya dalam
menegakan semangat Amal Maaruf Nahi Munkar kepada masyarakat.

‘’Pada
masa penjajahan Jepang, Al Khairat pernah ditutup selama tiga tahun, karena
Guru tua diketahui mengajarkan pelajaraan Muthalaah dari kitab
Ikhatunnasyiin  Alys, atau dalam bahasa
Indonesianya berarti cinta pada tanah air. Namun hal itu tidak pernah
menyurutkan niat dan semangatnya dalam mengajarkan kepada masyarakat. Baik saat
berada di rumah, di jalan, maupun dimana saja Guru tua berada, tidak lupa
beliau menyampaikan hal tersebut, ” ungkapnya.

Selain itu, Habib Assegaf juga menuturkan
saat negara dihebohkan oleh peristiwa DI/TI dan Permesta, dimana para petinggi
perjuangan rakyat semesta mendatangi kediaman Guru Tua, bertujuan agar
Alkhairat mendukung gerakan mereka, dengan membawa uang yang sangat banyak.
Namun saat itu beliau tidak ada ditempat. Setelah mendengar laporan akan hal
itu. Dia sangat marah dan mewasiatkan kepada murid-muridnya untuk tidak
menerima uang tersebut.
‘’Salah
seoran petinggi Permesta berpangkat Mayor pernah mendatangi rumahnya, dengan
membawa uang yang sangat banyak. Walaupun saat itu Alkhairat sangat membutuhkan
dana buat pembangunan, namun dengan tegas Guru Tua menolaknya,
’’ akunya.

Setelah kejadian itu, Habib Assegaf kembali
menceritakan bahwa beberapa pasukan dari Brawijaya mendatangi kediaman Guru
Tua. Melalui intruksinya kepada muridnya agar hal tersebut jangan sampai
diketahui oleh pihak Permesta.
 ‘’Saya masih ingat,
pernah pasukan dari Brawijaya meminta perlindungan kepada Guru Tua dari incaran
Permesta saat itu. Olehnya beliau berusaha memberikan perlindungan kepada
mereka. Setelah itu, untuk menghindari penangkapan terhadap tentara Republik
oleh Permesta, secara diam-diam mereka diberangkatkan ke Balikpapan  dengan kapal, melalui pelabuhan Wani
,’’ kisahnya.

Dari peristiwa tersebut, Habib menegaskan
bahwa Alharhum Guru Tua sangat memegang teguh makna dari filosofi cinta tanah
air, serta keutuhan Negara kesatuan Indonesia. Olehnya ia mengungkapkan kepada
undangan yang hadir, bahwa Negara jangan pernah ragu akan Alkhairat, disebabkan
beberapa peristiwa  kekerasan yang
terjadi di tanah air, dilakukan oleh oknum yang salah dalam pemahaman agama.
Karena ajaran didalam  Islam sangat
menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama.
**

Berita terkait