BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta pemerintah daerah terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah untuk merevisi data nilai total kerugian dan kerusakan akibat bencana.
Permintaan itu disampaikan Perencana Madya Kedeputian Pengembangan Regional Bappenas Suprayoga Hadi dalam dialog publik rencana aksi rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana di Sulteng di Ballroom Hotel Santika Palu, Selasa (22/1/2019).
“Harus diverifikasi dan divalidasi lagi karena data kerugian dan kerusakan antara Pemprov Sulteng dan kabupaten/kota terdampak gbencana berbeda,” kata Suprapto di depan Gubenur Sulteng Longki Djanggola, Bupati Sigi Moh. Irwan Lapata, Bupati Donggala Kasman Lassa dan Wakil Bupati Parimo Badrun Nggai.
Validasi dan verifikasi kembali data kerugian tersebut, menurut Suprayoga, sangat penting dilakukan sebab data itulah yang akan menjadi acuan pemerintah pusat menentukan besaran dana stimulan yang akan dicairkan dalam waktu dekat ini.
Namun syaratnya, harus ada Peraturan Gubenur (pergub), Peraturan Wali Kota (Perwali) dan Peraturan Bupati (Perbup) yang berisi data kerugian akibat bencana. Itulah yang akan menjadi dasar bagi BNPB mencairkan dana stimulan yang diambil dari APBN.
“Dalam pemaparan Pemkot Palu, Pemkab Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, total kerusakan dan kerugian dari empat daerah tersebut setelah saya hitung tidak kurang dari Rp40 triliun,” ujar Suprayoga lagi.
Ditemukan perbedaan data yang sangat jauh antara data Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dengan data kerugian dari Pemkot Palu, Pemkab Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.
Dalam pemaparannya Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengatakan bahwa total kerugian akibat bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di empat daerah tersebur tidak kurang dari Rp26 triliun.
“Dari hasil kompilasi empat daerah terdampak bencana, kerugian dari sektor infrastruktur Rp6,5 triliun, ekonomi Rp6,2 triliun, sosial Rp2,1 triliun dan kerugian dari lintas sektor Rp370,8 miliar,” ujar Longki saat memberikan sambutan pada dialog itu.
Setelah menyusun program dan kegiatan selama masa rehabilitasi dan rekonstruksi serta pendanaan, Longki mengatakan dibutuhkan setidaknya Rp35 triliun untuk memulihkan sektor-sektor itu. “Sebagian besar pendanaan untuk infrastruktur yaitu senilai Rp16,2 triliun, permukiman Rp7,2 triliun, ekonomi Rp5,3 triliun, sosial Rp5,1 triliun dan lintas sektor Rp5,3 triliun,” kata Longki.
Tuntutan Bangun Huntap, Tanpa Huntara Tak Masalah Terkait lambatnya proses penanganan pasca bencana alam, seperti pembangunan Hunian Sementara (Huntara) bukan karena adanya pengabaian dari pemerintah daerah. Namun adanya kendala di lapangan maupun kelangkaan bahan pembuatan Huntara.
“Lambatnya proses pembangunan Huntara, bukan karena pemerintah daerah tidak peduli dengan nasib masyarakat Sulteng, hal itu disebabkan adanya kelangkaan maupun terhambatnya bahan untuk pembuatan Hunian Sementara,” jelasnya.
Disoal keinginan masyarakat untuk pembangunan Huntap, tanpa melewati Huntara, Longki Djanggola mengatakan bahwa tuntutan mereka tidak dipermasalahkan. Namun pembangunan Huntap memerlukan waktu.
Tujuh HGB untuk pembangunan Huntap di Sulteng, izin pengolahanya oleh pihak swasta harus diambil alih oleh negara dulu. Setelah itu dilakukan clearing pematangan dan proses selanjutnya.
“Seperti yang terjadi di Kelurahan Balaroa yang masyararakatnya meminta untuk lokasi pembangunan Huntap, masih berada di wilayah mereka. Nanti dicarikan lokasinya. Namun tanah tersebut milik masyarakat. Olehnya diperlukan waktu untuk melakukan konsolidasi dulu, penyelesaian ganti rugi dulu. Apabila semuanya tidak bermasalah, baru bisa dibangunkan Huntap,” jelasnya.**
Reporter: Firmansyah Lawawi